Rabu 27 Jun 2018 17:35 WIB

Australia Didesak Putuskan Hubungan dengan Militer Myanmar

13 perwira militer Myanmar langgar HAM Rohingya.

Warga muslim rohingya menunggu penyaluran bantuan berupa paket makanan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Warga muslim rohingya menunggu penyaluran bantuan berupa paket makanan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Kelompok HAM Amnesty International mendesak Australia segera menghentikan bantuan militer senilai 300 ribu dolar Australia (sekitar Rp 3 miliar) untuk Myanmar dan membantu membangun kasus bagi penuntutan internasional terhadap tentara Myanmar yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Amnesty baru saja mengeluarkan laporan yang menyebut nama 13 perwira militer senior yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM terhadap warga Rohingya di negara bagian Rakhine di Myanmar. Sebuah kampanye terorganisir yang melakukan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran telah menyebakna sekitar 700 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dimana sekarang mereka tinggal di kamp pengungsi dii tengah musim hujan.

"Kami ingin menyampaikan pesan kepada pasukan keamanan Myanmar. Kami tahu siapa kalian. Ini bukan sekedar oknum tentara perorangan atau unit tertentu, ini adalah operasi militer yang mencari sasaran warga Rohingya," kata peneliti Amnesti untuk masalah Myanmar Laura Haigh.

Amnesty membuat laporan berdasarkan lebih dari 400 wawancara, kebanyakan dengan mereka yang selamat atau mengalami sendiri serangan, dan juga pemeriksaan kesehatan dan forensik serta data dari satelit. Kelompok HAM ini mengatakan ada belasan perwira di kalangan militer Myanmar yang harus dibawa ke pengadilan dengan tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pengadilan Kejahatan Internasional saat ini sedang mempertimbangkan apakah mereka memiliki landasan hukum untuk melakukan hal tersebut. "Yang ingin kami lihat adalah Australia sebagai anggota Dewan HAM PBB bekerja sama membentuk mekanisme akuntabilitas, hal yang bisa membantu mengumpulkan bukti-bukti kejahatan yang dilakukan militer, yang bisa diterima sebagai bukti di pengadilan," kata Haigh.

Amnesti juga mendesak Australia menghentikan pelatihan bagi tentara Myanmar. "Kami ingin melihat adanya penghentikan seluruh kerjasama militer dan bantuan bagi pasukan keamanan Myanmar," kata Haigh.

Pejabat militer Australia dan Myanmar berfoto bersama di Myanmar. (Supplied: MNA)

Dalam urutan teratas perwira senior Myanmar yang terlibat di Rakhine menurut Amnesty International adalah Jenderal Senior General Min Aung Hlaing, Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar. "Dia mengepalai semua operasi, dan dia bahkan berkunjung ke negara bagian Rakhine bulan September lalu. Dia adalah salah satu dari perwira yang kami percayai memiliki tanggung jawab sebagai komandan dalam kejahatan terhadap kemanusiaan di Myanmar," kata Haigh.

Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing dianggap bertanggung jawab atas pengusiran warga Rohingya di Myanmar. (AP: Lynn Bo Bo/Pool)

Perwira senior lainnya adalah Brigadir Jenderal Thura San Lwin, komandan pasukan para militer Polisi Perbatasan, yang dituduh menahan dan menyiksa mereka yang diduga anggota kelompok militan Rohingya. "Penyiksaan yang dilakukan terhadap mereka sangat mengerikan, pemukulan, pembakaran, kadang jenggot mereka dibakar, kadang kepala mereka dimasukkan ke dalam air, dan juga kekerasan seksual," kata Haigh.

Minggu ini, Uni Eropa mengumumkan sanksi terhadap tujuh perwira militer Myanmar. Militer Myanmar dan pemerintahan sipil negeri itu sebelumnya membantah semua tuduhan dan mengatakan kekerasan adalah tanggapan atas ancaman teroris yang datang dari kelompok militan Rohingya. Permintaan tanggapan yang diajukan Amnesty dan ABC terhadap pemerintah Myanmar tidak mendapat jawaban.

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-06-27/australia-didesak-putuskan-hubungan-dengan-myanmar-soal-rohingy/9914818
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement