Ahad 01 Jul 2018 22:56 WIB

Hinca: Gugatan Ambang Batas Capres tak Ada Kaitan dengan SBY

Demokrat menegaskan SBY sama sekali tidak memberikan arahan ke Denny Indrayana.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Sekertaris Jendral Partai Demokrat Hinca Panjaitan
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Sekertaris Jendral Partai Demokrat Hinca Panjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Hinca Panjaitan menegaskan penggugatan pasal 222 UU Pemilu terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold tidak ada kaitannya dengan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hinca menegaskan, SBY sama sekali tidak memberikan arahan kepada kuasa hukum penggugat yakni Denny Indrayana.

"Sama sekali tidak. Karena profesi Bung Denny sebagai advokat, dan bukan Dennynya yang menggugat," kata dia, Ahad (1/7).

Hinca menuturkan, penggugat pasal 222 UU Pemilu adalah 12 orang yang beberapa di antaranya diisi mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum dan mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi. Misalnya, Hadar Nafis Gumay sebagai mantan komisioner KPU. Sedangkan Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas adalah mantan pimpinan KPK.

"Yang gugat adalah 12 orang itu, termasuk mantan pimpinan KPK dan mantan komisioner KPK. Mereka 12 orang memberi kuasa kepada Denny sebagai advokat. Sama sekali enggak ada hubungannya dengan SBY. Kami sama sekali enggak bersentuhan dengan itu," ucapnya.

Sebelumnya, Denny juga telah menegaskan permohonan uji materi terhadap aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) bukan pesanan dari pihak tertentu. Denny mengatakan para penggugat tidak mempunyai hubungan dengan parpol manapun.

"Silakan dilihat dari para pemohonnya. Mereka adalah orang-orang merdeka yang tidak mungkin bisa disetir oleh siapapun," katanya saat dikonfirmasi, Jumat (22/6) lalu.

Permohonan uji materi atas pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas pencalonan presiden ke MK ini diajukan oleh 12 orang dari macam bidang. Mereka adalah Busyro Muqoddas (mantan Ketua KPK dan Ketua Komisi Yudisial), M Chatib Basri (mantan Menteri Keuangan), Faisal Basri (akademisi), Hadar Nafis Gumay (mantan Komisioner KPU), Bambang Widjojanto (mantan Pimpinan KPK), dan Rocky Gerung (akademisi).

Ada pula Robertus Robet (akademisi), Feri Amsari (Direktur Pusako Universitas Andalas), Angga Dwimas Sasongko (profesional/sutradara film), Dahnil Anzar Simanjuntak (Ketua PP Pemuda Muhammadiyah), Titi Anggraini (Direktur Perludem), dan Hasan Yahya (profesional).

Aturan presidential threshold ini sebelumnya pernah diujimateri di MK. Hasilnya, MK menolak permohonan tersebut pada 11 Januari lalu. Dalam pertimbangan, MK menyebutkan aturan soal ambang batas pencalonan presiden yang diatur pada pasal tersebut dapat memperkuat sistem pemerintahan presidensial.

MK menyatakan pokok permohonan pemohon sepanjang berkenaan dengan Pasal 222 UU No 7/2017 tentang Pemilu tidak beralasan menurut hukum. MK juga menyebutkan, argumentasi teoretik konstitusionalitas ambang batas minimum tersebut bukan diturunkan dari logika disatukan atau dipisahkannya Pemilu dan Pileg.

Argumentasi teoretik itu, justru untuk memperkuat sistem presidensial. Selain itu, juga untuk mewujudkan sistem dan praktik pemerintahan yang makin mendekati ciri atau syarat ideal sistem pemerintahan presidensial sehingga tercegahnya praktik yang justru menunjukkan ciri-ciri sistem parlementer.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement