REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Sebagian besar kelompok oposisi di Suriah sepakat untuk menyerahkan kota yang mereka kuasai ke tangan Presiden Bashar al Assad. Mereka mengaku siap tunduk dengan peraturan yang dibuat Assad.
Penyerahan kekuasaan ke tangan pemerintah dilakukan setelah tercapainya kesepakatan antara pemerintah dengan oposisi. Mereka juga sepakat untuk menyerahkan Bosra al-Sham, yang sekaligus akan menjadi kehilangan besar bagi oposisi.
Observatorium Hak Asasi Manusia di Suriah mengatakan, oposisi yang terletak di Bosra al-Sham juga telah menyerahkan persenjataan mereka kepada pemerintah. Milisi oposisi juga terlihat menyerahkan kendaraan tempur ke sekutu Suriah, Rusia.
Oposisi yang berada di Bosra al-Sham, barat daya Suriah, juga telah mempersilakan tentara pemerintah untuk memasuki kota tersebut. Sebelumnya negosiasi damai berjalan alot setelah Rusia bersikukuh pada ketentuan penyerahan diri oposisi. Namun milisi mencari kesepakatan yang menjadikan Yordania sebagai penjamin keamanan 800.000 warga Provinsi Deraa.
Kesepakatan tersebut terjadi menyusul bombardir yang dilakukan militer pemerintah Suriah ke Tafas, barat laut Deraa. Pemerintah juga meluncurkan sejumlah serangan udara ke kawasan tersebut.
Serangan dilakukan untuk merebut kekuasaan di dua kota terakhir benteng pertahanan oposisi. Militer pemerintah juga telah berhasil mengambil alih kendali kawasan yang berada di sekitar damaskus dan Homs awal tahun ini.
Sementara, kawasan barat daya merupakan zona penguragan perang dan bombardir yang disepakati Rusia, Yordania dan Amerika Serikat (AS). Washington memperingatkan akan menanggapi pelanggaran perjanjian ini. Pekan lalu, pemberontak mengatakan AS telah mengatakan kepada mereka untuk tidak mengharapkan dukungan militer Paman Sam.
Menteri Luat Negeri Yordania Ayman Safadi mengatakan, negaranya secara intensif memdiasi perbincangan damai antara semua pihak terkait. Dia mengatakan, hal itu dilakukan agar tercipta gencatan senjata yang menghidari korban warga sipil.