REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Dalam sebuah kesempatan, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuang Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mendukung Joko Widodo (Jokowi) melanjutkan kepemimpinannya sebagai presiden. Namun, peneliti lembaga survei Kedai Kopi, Hendri Satrio terlalu dini jika hal tersebut dinilai sebagai keberpihakan.
“Bila dikaitkan dengan 2019, pernyataan TGB terlalu dini diartikan sebagai keberpihakan apalagi dikaitkan dengan kubu yang akan bertarung pada konstelasi 2019 nanti,” kata Hendri, Kamis (5/7).
Dia mengatakan, sebagai seorang gubernur NTB, tak ada yang salah dengan pernyataan dukungan TGB terhadap Joko Widodo untuk melanjutkan kepemimpinannya. Menurutnya, sebagai seorang gubernur, dukungan kepada presidennya bisa disebut sebagai kewajiban.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina itu juga menyatakan, ada dua alasan yang melatar belakangi mengapa dukungan TGB tersebut dinilai bukan sebuah keberpihakan. Yang pertama, TGB sendiri belum pernah melakukan deklarasi apapun sebelumnya, terlebih mengenai deklarasi capres ataupun cawapres mendampingi capres tertentu.
“Yang kedua, kendati berasal dari Demokrat, TGB ini seperti tanpa partai atau free agent dalam politik nasional,” lanjut Hendri. Sebab menurutnya, Demokrat tampak lebih senang melambungkan nama dan figur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang digadang-gadang sebagai putra mahkota Demokrat.
AHY sendiri, ia menilai, saat ini masih dalam arena percobaan elektabilitas. “AHY ini masih di arena coba-coba atau testing the water. Demokrat lebih melambungkan dia daripada mempersiapkan TGB yang sudah memiliki masa real di kancah politik nasional,” tuturnya.
Gubernur NTB, TGB Muhammad Zainul Majdi menyatakan dukungannya kepada Presiden Joko Widodo untuk melanjutkan kepemimpinan presidennya. Menurutnya, Jokowi pantas untuk diberikan kesempatan untuk menyelesaikan apa yang selama satu periode ini telah dimulai.