Kamis 05 Jul 2018 15:10 WIB

Mantan Koruptor Tetap Dipersilakan Daftar Menjadi Caleg

Hasilnya tetap tergantung dari verifikasi KPU.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Rapat konsultasi gabungan pimpinan DPR dengan Menkumham, Mendagri, KPU, dan Bawaslu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/7). Rapat konsultasi membahas larangan menjadi caleg untuk narapidana tertentu pascadiundangkannya PKPU tentang Pencalonan Caleg.
Foto: Fauziah Mursid/Republika
Rapat konsultasi gabungan pimpinan DPR dengan Menkumham, Mendagri, KPU, dan Bawaslu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/7). Rapat konsultasi membahas larangan menjadi caleg untuk narapidana tertentu pascadiundangkannya PKPU tentang Pencalonan Caleg.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA--Mantan narapidana korupsi diperbolehkan ikut mendaftar sebagai calon anggota legislatif baik DPR, DPRD provinsi maupun kabupaten/kota. Hal itu menjadi salah satu bunyi hasil rapat konsultasi gabungan pimpinan DPR dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kamis (5/7).

Itu sebagai tindak lanjut pascadiundangkannya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota legislatif yang memuat norma larangan mantan napi korupsi menjadi caleg. Dalam rapat konsultasi disepakati, semua orang tak terkecuali mantan napi korupsi diberikan kesempatan untuk mendaftar.

"Maka tadi kami sepakat memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk mendaftar menjadi calon legislatif di semua tingkatan melalui parpolnya masing-masing," ujar Ketua DPR Bambang Soesatyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/7).

Namun, meski dapat mendaftar, penentuan terpenuhi syarat atau tidaknya bakal calon tersebut dikembalikan kepada KPU pada proses verifikasi caleg.

Sementara sambil menunggu proses verifikasi caleg di KPU, mantan napi yang mendaftar caleg tersebut dipersilakan untuk menggunakan haknya untuk mengajukan gugatan uji materi kepada MA terkait PKPU yang melarang mantan napi menjadi caleg.

"Sambil menunggu proses verifikasi yang bersangkutan juga dipersilakan untuk menggunakan haknya atau gugatan kepada MA agar peraturan yang ada dalam PKPU itu bisa kemudian diluruskan oleh MA, sehingga keputusan apapun dari MA nanti akan menjadi patokan bagi KPU untuk meneruskan para pihak yang mendaftar atau yang tidak memenuhi ketentuan PKPU," ujar Bamsoet, sapaan akrabnya.

Menurutnya, putusan MA nantinya akan menentukan hasil verifikasi KPU terhadap bacaleg yang pernah menjadi terpidana tiga tindak pidana bandar narkoba, kejahatan seksual pada anak dan korupsi.

"Oleh MA kalau diterima maka KPU akan meneruskan proses verifikasinya menjadi daftar calon tetap tapi kalau ditolak KPU akan mencoret dan mengembalikannya ke parpol yang bersangkutan," ujar Bamsoet.

Bamsoet mengakui, kesepakatan tersebut setelah adanya perdebatan adanya norma larangan mantan napi maju caleg di PKPU 20/2018. Sehingga ia berharap kesepakatan itu dapat menurunkan tensi politik yang terjadi saat ini.

"Mudah-mudahan ini bisa menurunkan tensi politik yang makin menghangat dalam beberapa hari ini. Pada akhirnya kita semua berpulang pada putusan MA, sambil menunggu itu tanpa kita berupaya memberikan kesempatan pada hak-hak WN," ujarnya.

Sementara dalam PKPU 20/2018 yang telah resmi diundangkan Kemenkumham sebelumnya, terdapat aturan bahwa partai politik saat mengajukan bakal caleg tidak boleh menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.

Adapun norma larangan mantan korupsi maju caleg dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 terdapat dalam pasal 4 ayat 3 terkait pengajuan bakal calon. Pasal itu berbunyi, dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat(2), tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.

Lalu dipertegas dalam pasal 7 ayat 1 huruf g yang berbunyi bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah WNI dan harus memenuhi persyaratan: tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement