Kamis 05 Jul 2018 17:20 WIB

Perbaikan Permohonan Uji Materi PT Segera Disampaikan ke MK

MK diharapkan bisa memberikan prioritas.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Muhammad Hafil
  Hakim MK Anwar Usman (tengah) bersama Hakim MK Maria Farida Indrati (kiri), dan Hakim MK Saldi Isra memimpin Sidang Uji Materi Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (3/8).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Hakim MK Anwar Usman (tengah) bersama Hakim MK Maria Farida Indrati (kiri), dan Hakim MK Saldi Isra memimpin Sidang Uji Materi Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (3/8).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Putusan atas uji materi ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold) diharapkan bisa segera ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum jadwal pendaftaran calon presiden (capres) pada 8-10 Agustus mendatang. Oleh karena itu, salah satu pemohon uji materi, Hadar Nafis Gumay, mengatakan bahwa para pemohon berencana akan memasukkan perbaikan permohonan uji materi sesegera mungkin, sebelum batas waktu perbaikan yang diberikan oleh MK.

Pada sidang pendahuluan yang digelar pada Selasa (3/7), MK memberikan kesempatan kepada para pemohon untuk memperbaiki permohonan, mulai dari alasan pengajuan uji materi hingga kedudukan hukum. Hadar mengatakan, MK telah memberikan sejumlah arahan perbaikan atau masukan dan pemohon diberi waktu untuk memperbaiki permohonan selama dua pekan, yaitu paling lambat pukul 10.00 pada 16 Juli mendatang. Ia memperkirakan jadwal sidang lanjutan baru akan diberitahukan setelah MK menerima perbaikan permohonan.

"Kami menyadari waktu ini sangat mepet dengan perhitungan yang kami harapkan ada putusan sebelum pendaftaran capres nanti. Rencana kami, perbaikan akan dilakukan 1-2 hari ini, dan rencananya Jumat (6/7) setelah shalat Jumat kami akan menyampaikan dokumen perbaikan tersebut," kata Hadar, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (4/7).

Baca juga: Ambang Batas Pencalonan Presiden Kembali Digugat ke MK

Sebelumnya, gugatan terhadap presidential treshold pernah ditolak oleh MK. Karena itu, MK meminta pemohon mengajukan argumen baru. Dalam hal ini, Hadar mengatakan argumen-argumen yang baru sebenarnya sudah mereka tuangkan dalam permohonan yang sudah diajukan.

Hanya saja, argumen tersebut mungkin belum terlihat jelas. Sehingga, panel hakim memberikan masukan kepada pemohon untuk memperjelas argumen dengan cara membuatnya ke dalam bentuk matriks perbandingan alasan-alasan itu secara langsung. Menurutnya, pada permohonan uji materi ini para pemohon ingin mengajukan argumen yang belum pernah diajukan sebelumnya.

"Mandat dari konstitusi kita untuk para pembuat undang-undang adalah untuk mengatur tatacara. Tetapi yang dilakukan oleh para pembuat UU bukan hanya pengaturan tatacara, namun juga menambah syarat baru. Padahal syarat itu tidak diperintahkan dalam UUD. Ini yang belum diajukan pada gugatan sebelumnya," lanjutnya.

Baca juga: Hinca: Gugatan Ambang Batas Capres tak Ada Kaitan dengan SBY

Pasal 222 dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu mengharuskan partai politik atau gabungan parpol mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

Sementara itu, hal itu menurut Hadar bertentangan dengan pasal 6a ayat (2) Undang-undang Dasar (UUD) yang mengatur syarat pengusulan capres dan cawapres. Dalam pasal itu disebutkan bahwa capres dan cawapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilihan umum (pemilu) sebelum pelaksanaan pemilu.

Dalam hal ini, ia menilai syarat pencalonan capres tidak perlu ditambah dengan anggota legislatif pemilu sebelumnya. Dengan demikian, jika dalam rangka Pemilu 2019 mendatang parpol sudah diverifikasi dan sudah dinyatakan sebagai peserta pemilu, maka setiap parpol bisa mengajukan pasangan calon. Akan tetapi, menurutnya, pasal 222 mengharuskan parpol sebagai peserta pemilu dari pemilu anggota DPR sebelumnya.

"Jadi, jika ada peserta pemilu sekarang tetapi belum menjadi peserta pemilu sebelumnya, tidak bisa mencalonkan capres di Pilpres," ujarnya.

Baca juga: Jokowi Persilakan Ambang Batas Pencapresan Digugat ke MK

Selanjutnya, ia mengatakan kerap kali di dalam putusan-putusan, khususnya yang terkait dengan judicial review presidential treshold ini yang pernah dilakukan sebelumnya, dikatakan bahwa pengaturan tentang pencalonan adalah pengaturan terbuka atau disebut 'open legal policy'. Sehingga, DPR selaku pembuat undang-undang bersama pemerintah bisa mengatur lebih lanjut terkait syarat pengusulan capres dan cawapres.

Menurut para pemohon, hal itu tidak bisa dikategorikan sebagai 'open legal policy', melainkan sebagai 'close legal policy' atau kebijakan yang sudah terkunci dan tidak bisa ditambah lagi. Hal itu karena, menurutnya, ketentuan dalam UUD sudah jelas mengatur terkait persyaratan pencalonan capres. Selain itu, ia mengatakan tidak ada mandat atau perintah dalam konstitusi untuk mengatur lebih lanjut terkait persyaratan tersebut.

Di samping itu, Hadar mengatakan bahwa syarat 20 persen kursi DPR sebagai hal yang harus dipenuhi adalah satu metode pemberlakuan syarat yang tidak logis. Karena hal itu menggunakan syarat-syarat di masa lampau, yang menggunakan hasil pemilu yang mencerminkan kondisi politik serta aspirasi masyarakat di masa lampau. Dengan demikian, yang akan diterapkan saat ini adalah dari Pemilu anggota legislatif tahun 2014.

"Seandainya yang menang di pemilu saat ini adalah yang menang di pemilu yang lalu, artinya pemerintahan itu akan berjalan menjadi 10 tahun. Artinya, periode itu adalah aspirasi dari 10 tahun yang lalu. Kami lihat ini sebagai hal yang tidak masuk akal," jelasnya.

Baca juga: MK Diminta Segera Putuskan Gugatan Ambang Batas Capres

Hadar menilai adanya presidential treshold ini bisa menghilangkan esensi dari suatu pemilu. Karena esensi utama dari suatu pemilu, menurutnya, adalah ruang untuk terjadinya aspirasi baru atau perubahan dari pemerintahan yang satu ke pemerintahan yang lain. Karena itu, ia mengatakan pemilu harus selalu terbuka dan memungkinkan terjadinya perubahan atau pergantian kepemimpinan sepanjang itu diinginkan oleh masyarakat pemilihnya. Karenanya, ia menekankan setidaknya dalam pencalonan, ruang untuk terjadinya perubahan itu terbuka.

"Kami melihat dengan presidential treshold ini, ruang untuk perubahan bisa terjadi sangat sempit. Karena siapa yang bisa mencalonkan didasarkan pada ukuran yang lampau. Bahkan jika ada peserta pemilu yang baru tidak boleh mencalonkan, karena mereka tidak ikut pemilu sebelumnya," tambahnya.

Dalam hal ini, Hadar mengatakan bahwa mereka berharap MK bisa memberikan prioritas. Menurutnya, para pemohon sudah menyampaikan permohonan dan menulis surat secara langsung kepada pimpinan MK. Dari sejumlah pengalaman sebelumnya, ia menilai MK mampu menyelesaikan hal-hal yang dianggap penting dengan cepat. Karena itu, mereka meyakini putusan uji materi ini bisa diselesaikan sesegera mungkin sebelum jadwal pendaftaran capres untuk Pilpres 2019 pada 8-10 Agustus mendatang. Apalagi, menurutnya, perkara pasal ini bukan hal yang baru diajukan kepada MK.

Selain Hadar, uji materi ini diajukan oleh sejumlah pemohon lainnya di antaranya Denny Indrayana, Titi Anggraini, Busyro Muqoddas, Chatib Basri, Faisal Basri, Dahnil Anhar Simanjuntak, Hasan Yahya, Feri Amsari, Rocky Gerung, Angga Dwi Sasongko, Bambang Widjojanto, dan Robertus Robet. 

Baca juga: MK Belum Jadwalkan Sidang Gugatan Ambang Batas Pencapresan

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement