REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan dari Universitas Paramadina Mohamad Abduhzen menilai, lumpuhnya kaki MH Dwi Aprilia siswi SMA Gondang 1 Mojokerto usai dihukum squat jump ketika mengikuti kegiatan ekstrakurikuler adalah bentuk kelalaian sekolah. Hal itu juga menandakan, selama ini sekolah tidak melakukan pengawasan dan pendampingan dengan baik terhadap kegiatan siswa di sekolah.
"Apalagi kegiatan itu disebutkan sebagai persiapan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS), sekolah harusnya tak melepaskan dan menyerahkan sepenuhnya berbagai kegiatan siswa yg memang seharusnya tugas sekolah (guru) bukan tugas siswa atau senior," kata Abduhzen ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (24/7).
Dia juga mengatakan, pihak sekolah mulai dari kepala sekolah hingga para guru harus memegang kendali semua kegiatan ataupun ekstrakurikuler siswa di sekolah. Apalagi menurut dia setiap kegiatan ekstrakurikuler selalu terkait dengan senioritas. Sehingga rawan terjadi kekerasan jika diserahkan seluruhnya kepada siswa.
Baca juga, KPAI Desak Kasus Siswa Terancam Lumpuh Akibat Hukuman Diusut
"Jadi para guru harus pegang kendali. Dampingi mereka," tegas dia.
Jika akan diberikan sanksi, dia pun menyarankan agar sanksi hanya diberikan kepada oknum-oknum yang terlibat saja. Jangan sampai, sekolah membekukan atau memberikan sanksi pada ekstrakulikulernya.
Sebelumnya, seorang siswi SMA di Mojokerto berinisial MH Dwi Aprilia mengalami kelumpuhan setelah menjalani hukuman squat jump di sekolahnya lantaran terlambat datang ke kegiatan ekstrakurikuler Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) di sekolahnya. Saat itu UKKI tengah mengadakan pelatihan untuk promosi ekskul kepada siswa-siswi baru.
Adapun squat jump yang dijatuhkan ke korban yaitu sebanyak 90 kali. Ironisnya, pihak sekolah mengklaim tidak mengetahui tentang kegiatan tersebut.