REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pencapresan DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Suhud Aliyudin menegaskan, pihaknya tidak mengabaikan nama mantan gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan sebagai kandidat calon wakil presiden (cawapres). Nama Aher seolah meredup setelah hasil ijtima ulama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama merekomendasikan nama Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Ustaz Abdul Somad (UAS) sebagai cawapres. Padahal, dari hasil survei internal PKS, nama Aher paling dominan dibandingkan nama lain.
"Hasil ijtima ulama dengan hasil internal PKS itu kan dua hal yang terpisah. Kami tetap memperjuangkan sembilan nama yang di dalamnya ada Kang Aher juga ada Pak Salim Assegaf. Jadi, kami tidak sama sekali mengabaikan Kang Aher," ujar Suhud menjelaskan, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (1/8).
Memang sebagai partai dakwah, kata Suhud, PKS menerima penuh dan memperjuangkan hasil rekomendasi hasil ijtima ulama tersebut. Yakni, sambungnya, dalam proses komunikasi politik dengan partai-partai koalisi yang dibangun oleh PKS dan Gerindra. Selain itu, PKS juga menjadikan sembilan nama yang di dalamnya ada Salim Assegaf dan Aher sebagai opsi untuk berpasangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Adapun sembilan nama yang direkomendasikan oleh Majelis Syuro PKS, antara lain, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher), Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, mantan presiden PKS Anis Matta, Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno, Presiden PKS saat ini Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri, mantan Menkominfo Tifatul Sembiring, Muzzamil Yusuf, dan Mardani Ali Sera.
"Artinya, kombinasinya bisa macam-macam kalau misalnya Pak Prabowo tetap maju, bisa dia dengan Pak Salim bisa dengan Aher, atau juga berpasangan dengan UAS," kata Suhud menerangkan.
Suhud menambahkan, kombinasi-kombinasi di atas bisa menjadi alternatif bagi partai-partai untuk bisa bersepakat. Karena, masing-masing partai membawa nama, PKS dengan sembilan namanya, Demokrat dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan PAN memiliki Zulkifli Hasan. Oleh karena itu, Suhud mengatakan, hal ini perlu dikomunikasikan untuk mencari titik temu, tidak menutup kemungkinan UAS sebagai alternatifnya
Dengan demikian, menurut Suhud, kesembilan nama hasil rapat Majelis Syuro PKS memiliki peluang yang sama untuk didorong sebagai cawapres, tidak terkecuali dengan Aher dan nama lainnya. Tinggal persoalannya, lanjut Suhud, siapa yang memungkinkan untuk diterima oleh partai-partai koalisi.
"Kalau di PKS sudah selesai di sembilan nama itu dan akan diperjuangkan siapa pun yang maju. Persoalannya ketika proses komunikasi dengan mitra koalisi perlu kesepahaman," tutur Suhud.
Selanjutnya, Suhud menyampaikan, jika yang dipilih atau disepakati oleh koalisi adalah salah satu dari sembilan nama tersebut, Majelis Syuro langsung ketok palu untuk menyetujui. Namun, apabila yang diambil sebagai cawapres bukan dari sembilan nama itu, akan dibahas kembali di sidang Majelis Syuro untuk kemudian disepakati.
"Jadi, Majelis Syuro sudah rapat dengan anggota untuk capres-cawapres pada Pilpres 2019 nanti. Tapi, kalau nama di luar sembilan nama itu, perlu pembahasan lagi, baik di DPP maupun nanti di sidang Majelis Syuro untuk menetapkan," ujarnya.
Sebelummya, UAS menolak untuk menjadi cawapres yang direkomendasikan oleh ijtima ulama GNPF Ulama. Pencerah peraih penghargaan Tokoh Perubahan Republika itu beralasan dia ingin fokus di bidang pendidikan dan dakwah. Hal itu disampaikan Abdul Somad melalui akun resmi Instagram-nya, @ustadzabdulsomad, Senin (30/7) lalu.
"Setelah Sayyidina Umar bin Khattab wafat, sebagian sahabat ingin membaiat Abdullah (anak Sayyidina Umar) sebagai pengganti. Beliau menolak lembut karena bidang pengabdian ada banyak pintu. Fokus di pendidikan dan dakwah," tulisnya.