Selasa 07 Aug 2018 23:47 WIB

Sandi Minta Warga dan Lurah Kalibata Bersatu Cegah Pelacuran

Sandiaga menyebut Pemprov tak bisa lakukan tindakan represif di Kalibata City

Rep: Sri Handayani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kalibata City
Foto: kalibatacity.com
Kalibata City

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kasus prostitusi di Apartemen Kalibata City telah berulang kali dilaporkan. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno meminta lurah dan warga setempat untuk andil dalam menjaga wilayahnya dari prostitusi.

Menurut Sandiaga, prostitusi di Apartemen Kalibata City merupakan kewenangan dari kepolisian. Pemprov DKI Jakarta berwenang melakukan pengawasan melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPKP).

“Dinas perumahan akan bersinergi dengan perhimpunan para penghuni satuan rumah susun (P3SRS) dan tentunya badan pengelola,” ujar Sandiaga di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (7/8) malam.

Di samping semua pihak berwenang tersebut, masalah prostitusi juga menjadi tanggung jawab lurah untuk mengatasi. Sandiaga mengatakan, Lurah Kalibata Denny Iskandar bisa bekerja sama dengan para pemilik apartemen melalui Ketua RT dan RW.

“Lurah sifatnya tentunya mengimbau dan memastikan bahwa warga juga ikut menjaga daerah situ agar tidak terkontaminasi oleh prostitusi,” ujar Sandiaga. 

Lebih lanjut, Sandiaga mengatakan tidak akan melakukan tindakan represif untuk mengatasi permasalahan prostitusi di Apartemen Kalibata. Namun, pihaknya akan bekerja sama dengan aparat kepolisian untuk terus melakukan pemantauan.

Kasus di Apartemen Kalibata City kembali terungkap setelah terkuaknya prostitusi anak yang melibatkan tiga remaja asal Depok, Jawa Barat, yakni NI (17), IF (16), dan ASW (15). Dua terduga mucikari juga telah tertangkap, yakni NR (20) dan MS (17).

Pihak kepolisian telah mengungkap setidaknya lima kasus prostitusi anak di lokasi ini. Hal ini mengusik Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yambise. Ia pun menyurati Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan memintanya berkoordinasi dengan pihak pengelola apartemen untuk menindaklanjuti kasus tersebut.

Ia juga meminta pihak terkait memberikan ganti rugi (restitusi) dan menyediakan fasilitas rehabilitasi bagi korban. Kasus ini merupakan bentuk kejahatan berat dan masuk dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Yohana juga bertemu dengan perwakilan RT dan RW di apartemen tersebut untuk membahas dan merencanakan pembentukan Komunitas Anti Perdagangan Orang (Community Watch). Pertemuan itu menguak beberapa faktor yang menyebabkan prostitusi marak di apartemen tersebut. Faktor utama yakni apartemen tertutup dan hanya bisa diakses oleh pemilik lantai. Warga lain tidak bisa mengawasi siapa saja tamu yang masuk, karena akses yang terbatas.

Faktor lain yakni petugas keamanan yang kurang kooperatif dalam mencegah terjadinya kasus prostitusi. Selain itu, banyak apartemen disewakan secara harian, mingguan, atau bulanan, sehingga penyewa sangat mudah berganti-ganti.

Penelusuran Republika Maret lalu menunjukkan, keberadaan pekerja seks komersial di Apartemen Kalibata City bukan rahasia di kalangan penghuni. Mereka diketahui beroperasi melalui aplikasi daring. Seorang penghuni Tower Jasmine, Idham Mauduna Tattaglia (24) mengatakan pada malam hari keberadaan para PSK terlihat mencolok. Mereka biasa berkeliaran dengan pakaian terbuka. Mereka bahkan tak segan menyambangi para lelaki yang terlihat duduk sendirian. Para PSK mematok harga Rp 500 ribu hingga Rp1 juta.

Keberadaan para PSK cukup meresahkan bagi para warga. Selain mengancam keutuhan rumah tangga, imej buruk Apartemen Kalibata City juga memberikan dampak pada para penghuni. “Khawatirnya kalau sudah berkeluarga aja. Sekarang kan lagi marak, banyak pelakor (perebut lelaki orang_red),” ujar Idham.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement