REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mewacanakan penyatuan bahasa-bahasa lokal menjadi bahasa kedaerahan yang lebih populer dan dapat diterima semua lapisan masyarakat di daerah tersebut.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengungkapkan banyak masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa daerah sekitar. Bahkan bahasa yang digunakan tersebut sukar dipahami warga dari daerah lainnya.
Muhadjir mencontohkan, seperti di Papua, kata dia bayak suku-suku pedalaman yang mempunyai bahasa untuk berkomunikasi diantara sesama warga dalam kelompoknya sendiri. Namun bahasa yang digunakan tersebut tak bisa dipahami oleh suku lainnya.
“Di negara kita masih ada suku suku tertentu yang bahasanya itu masih sangat simpel. Bahasa yang diadopsi dari suara-suara binatang, dan itu masih bahasa. Sekarang saya harus berdiskusi apakah bahasa-bahasa seperti itu harus dipertahankan atau tidak?” kata Muhadjir dalam Semiloka dan deklarasi pengutamaan bahasa negara yang diselenggarakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) di Auditorium UNS pada Rabu (8/8).
(Baca: Penggunaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik Makin Tergerus)
Muhadjir menilai bahasa-bahasa lokal yang digunakan suku-suku di satu daerah perlu dirangkum dan disatukan kedalam satu bahasa daerah. Sebab, jelas dia, dengan banyaknya bahasa-bahasa yang berbeda digunakan oleh suku suku membuat ketidakefektifan dalam komunikasi antar suku. Tak ayal jelas Muhadjir seringnya timbul perang antar suku karena kesalahan dalam mengartikan bahasa antar suku. Sebab setiap suku mempunyai bahasa yang berbeda.
“Kalau dipertahankan juga mempengaruhi sistem komunikasi kita, karena itu maka mesti ada pilihan mana bahasa daerah yang perlu dilestarikan dan digunakan, dimana penuturnya juga harus menggunakan bila perlu juga ada regulasi yang memaksa itu diterapkan. Tapi mungkin juga harus ada bahasa yang dikumpulkan menjadi satu,” tuturnya.
Sementara itu mengantisipasi tergerusnya penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik akibat gempuran bahasa asing dan media sosial, Kemendikbud bekerjasama dengan UNS menggelar Semiloka membahas tentang seluk beluk bahasa negara. Dalam kesempatan tersebut, peserta yang terdiri dari akademisi dan praktisi bahasa juga diajak untuk mendeklarasikan gerakan pengutamaan bahasa negara di ruang publik.
Diantara poin dekalarasi tersebut yakni komitmen untuk tetap setia dan bangga mengutamakan penggunaan bahasa negara, bahasa Indonesia, di ruang publik. Komitmen untuk ikut serta menjaga kelestarian bahasa daerah sebagai pendukung kukuhnya bahasa negara. Serta komitmen untuk siap menertibkan penggunaan bahasa asing demi kemajuan bahasa negara.