Jumat 17 Aug 2018 08:39 WIB

Maarif: Nobar Film Bisa Jadi Cara Mudah Cegah Ekstremisme

Mantan napi teroris Arifuddin Lako membuat film dokumenter berjudul Jalan Pulang

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas pemadam kebakaran memadamkan api saat simulasi penanganan aksi terorisme di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (25/7).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Petugas pemadam kebakaran memadamkan api saat simulasi penanganan aksi terorisme di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID, TENTENA -- Kegiatan "nonton bareng" (nobar) film bisa menjadi cara mudah untuk mencegah ekstremisme dan radikalisme. Hal tersebut diyakini MAARIF Institute, lembaga yang menggencarkan gerakan kebudayaan dalam konteks keislaman, kemanusiaan, dan keindonesiaan.

MAARIF Institute menggelar acara focus group discussion (FGD) terkait "Perumusan Deteksi Dini Ancaman Radikalisme di Sekolah" pada Kamis (16/8) di Dodoha Mosintuwu, Tentena, Poso, Sulawesi Tengah. Salah satu rangkaian acara adalah nobar film.

Film yang ditonton berjudul Jalan Pulang karya mantan narapidana terorisme Arifuddin Lako. Film menceritakan pengalaman mantan teroris yang berusaha mencari 'jalan pulang' alias ingin hidup kembali di tengah masyarakat dan membangun hidupnya.

"Awalnya untuk membangun rasa percaya diri. Tidak mudah hidup dengan stigma teroris yang dianggap radikal. Masyarakat memandang buruk cap yang melekat itu," ujar Arifuddin menceritakan latar belakangnya membuat film kepada peserta nobar.

Pria yang kini menjabat sebagai Ketua Komunitas Rumah Katu itu didampingi tokoh lain sebagai pembahas. Mereka adalah Lian Gogali (Direktur Institut Mosintuwu) dan Muhammad Abdullah Darraz (Direktur Eksekutif MAARIF Institute) yang dipandu Pipit Aidul Fitriyana.

Dalam kesempatan tersebut, Muhammad Abdullah Darraz selaku Direktur Eksekutif MAARIF Institute mengatakan bahwa sistem deteksi dini ekstremisme di sekolah merupakan suatu keharusan. Menyuburkan kebinekaan dianggapnya sebagai bentuk penguatan perdamaian dan menghalau penetrasi ekstremisme di sekolah.

Dia mengatakan, MAARIF Institute melakukan asesmen di sekolah-sekolah setingkat SMA di beberapa kota dan kabupaten Indonesia pada Januari dan Oktober 2017. Hasilnya, sekolah sangat rentan disusupi penetrasi ideologi radikal.

Penyebab utamanya yakni ketiadaan mekanisme yang berupaya untuk memproteksi sekolah dari penetrasi paham dan gerakan ekstremis dalam bentuk kebijakan yang sistematis. Bertepatan dengan momentum hari Kemerdekaan Indonesia ke-73, lembaga tersebut ingin mengupayakan pencegahannya.

"Kami berupaya memperkuat benteng ketahanan sekolah dan memerdekakannya dari bayang-bayang ancaman radikalisme-ekstremisme. Salah satunya dengan menciptakan sistem deteksi dini bahaya ekstremisme di sekolah," kata Darraz lewat pernyataan resminya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement