REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menilai, gerakan #2019GantiPresiden merupakan kegiatan kampanye yang belum waktunya. Menurutnya, semestinya gerakan tersebut langsung saja mengajak warga untuk memilih slah satu calon presiden 2019.
"Itu pasti bagian kampanye politik cuma belum waktunya, kalau kampanye jangan bilang ganti presiden, bilang saja pilih ini, masa ganti presiden, masa gitu, gimana," ujar Jusuf Kalla di kantornya, Selasa (28/8).
Jusuf Kalla mengimbau agar para pendukung gerakan #2019GantiPresiden untuk berkampanye dengan sopan. Adapun, pemilihan presiden pada 2019 mendatang memiliki dua kandidat calon presiden. Namun, Jusuf Kalla menilai saat ini belum waktunya untuk melakukan kampanye.
"Bahwa memang pemilu itu cuma 2 pilihannya, tetap presiden atau terganti presidennya, tapi bukan masanya (kampanye) seperti itu," kata Jusuf Kalla.
Sebelumnya, Ketua Umum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Yusuf Martak menilai gerakan #2019GantiPresiden sesuai konstitusi. Menurutnya, deklarasi gerakan tersebut sah-sah saja dilakukan.
Yusuf menyebut gerakan #2019GantiPresiden tidak jauh berbeda dengan #2019LanjutDuaPeriode. Kedua gerakan itu sama-sama tidak dilarang.
Menurutnya, gerakan tersebut merupakan hak masing-masing orang. Sebagai cara masyarakat menyampaikan pendapat sesuai ketentuan yang berlaku. Meski begitu, Yusuf mengatakan, deklarasi #2019GantiPresiden tidak masalah dilakukan asalkan tidak menimbulkan kekacauan.
Baca juga: KPU Tegaskan Deklarasi #2019GantiPresiden Bukan Kampanye
https://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/18/08/27/pe4h6c328-kpu-tegaskan-deklarasi-2019gantipresiden-bukan-kampanye
Sementara, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, deklarasi gerakan #2019GantiPresiden maupun gerakan #Jokowi2Periode bukan merupakan bentuk kampanye. Kedua gerakan tersebut sama-sama merupakan bentuk aspirasi di masyarakat.
"Deklarasi ini kan tidak bisa mengacu kepada satu tagar. Baik #2019GantiPresiden atau #Jokowi2Periode itu bukan termasuk metode untuk kampanye," ujar Wahyu kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/8).
Wahyu mengakui bahwa perang tagar dan deklarasi #2019GantiPresiden maupun #Jokowi2Periode belum diatur dalam peraturan KPU (PKPU). Namun, dia menegaskan bukan berarti hal-hal semacam ini diperbolehkan untuk dilakukan tanpa memperhatikan aturan lainnya.
"Karena ada hukum lain yang mengatur soal itu. Semua pihak juga harus menghormati hukum yang berlaku termasuk penggagas deklarasi-deklarasi yang ada baik deklarasi #2019GantiPresiden maupun #Jokowi2Periode. Semuanya harus patuh pada hukum," tuturnya.
Baca juga: Demokrat Ingatkan Ngabalin tak Sembrono Gunakan Kata Makar
Hal senada juga disampaikan anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar. Ia mengatakan jika deklarasi tagar ganti presiden maupun tagar presiden dua periode bukan termasuk bentuk kampanye. Dia mengingatkan jika saat ini baru ada pasangan bakal capres-cawapres saja.
Dengan demikian, belum ada capres dan cawapres yang resmi ditetapkan oleh KPU. "Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 pengertian kampanye adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh peserta pemilu yang menyampaikan visi misinya. Lalu apakah sekarang sudah ada capres-cawapresnya? Sehingga belum menjadi kewenangan Bawaslu untuk melakukan penindakan," tegasnya.
Fritz menilai perang tagar yang saat ini marak di media sosial maupun di kalangan masyarakat masih merupakan bentuk kebebasan berekspresi. Meski bebas berbicara dan mengungkapkan ekspresi, tetapi Bawaslu mengingatkan jika hal ini tetap harus sesuai peraturan. "Apabila ada intimidasi, pemerasan, silakan mengadu kepada kepolisian, agar tidak ada intimidasi dan persekusi," ucap Fritz.
Baca juga: Koalisi Prabowo akan Serap Aspirasi Aksi #2019GantiPresiden