Selasa 28 Aug 2018 19:39 WIB

Parlemen Iran Tolak Penjelasan Rouhani

Rouhani menyebut AS berada di balik masalah ekonomi Iran.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Iran Hassan Rouhani
Foto: Iranian Presidency Office via AP
Presiden Iran Hassan Rouhani

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN --  Parlemen Iran menolak penjelasan Presiden Iran Hassan Rouhani tentang keterpurukan ekonomi yang dialami negara tersebut, Selasa (28/8. Presiden Rouhani dipanggil parlemen Iran pada Selasa (28/8). Ini merupakan yang pertama kalinya sejak dia menjabat presiden pada Agustus 2013.

Anggota parlemen Iran menanyakan lima aspek terkait ambruknya perekonomian Iran, yakni persentase pengangguran, pertumbuhan ekonomi yang lambat, jatuhnya nilai mata uang rial, penyelundupan lintas batas, dan kurangnya akses bank-bank Iran ke layanan keuangan global. 

 

Tingkat pengangguran resmi Iran adalah 12 persen. Sebanyak 25 persen dari angka tersebut adalah kaum muda. Sementara mata uang Iran rial telah kehilangan lebih dari dua per tiga nilainya selama setahun terakhir. 

 

Kemerosotan nilai rial dan melonjaknya inflasi telah memicu gelombang demonstrasi sporadis. Mereka meneriakkan slogan-slogan antipemerintah dan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khameinei. 

 

Baca juga,  Trump: Jika Terus Mengancam Iran akan Menderita.

 

Dalam keterangannya, Rouhani mengatakan gejolak ekonomi yang dialami Iran merupakan buah dari konspirasi Amerika Serikat (AS). Ia meminta parlemen mendukung pemerintahannya. 

 

"Ada kelompok anti-Iran yang duduk di Gedung Putih yang merencanakan konspirasi melawan kita. Tapi bersama kita akan mengatasi fase ini," katanya dikutip laman Aljazirah. 

 

"Saya ingin meyakinkan negara Iran bahwa kita tidak akan mengizinkan rencana AS melawan Republik Islam (Iran) berhasil. Kita tidak akan membiarkan sekelompok anti-Iran di Gedung Putih itu bisa berkomplot melawan kita," ujar Rouhani. 

 

AS diketahui telah menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Iran pada awal Agustus. Sanksi itu dikenakan setelah Washington memutuskan hengkang dari kesepakatan nuklir pada Mei. Sektor keuangan, industri otomotif, dan perdagangan logam mulia Iran menjadi sasaran sanksi AS. 

 

Sanksi tersebut cukup memukul perekonomian Iran. Namun Rouhani menolak bila saat ini Iran disebut menghadapi krisis "Seharusnya tidak dikatakan kita menghadapi krisis. Tidak ada krisis. Jika dikatakan ada, itu akan menjadi masalah dan ancaman bagi masyarakat," ucapnya. 

 

Rouhani juga mengomentari tentang gelombang demonstrasi antipemerintah. Ia menilai, aksi semacam itu telah mendorong Presiden AS Donald Trump untuk memancing lebih banyak kerusuhan dengan merusak ekonomi Iran. "Protes-protes itu menggoda Trump untuk mundur dari kesepakatan nuklir," ujar Rouhani. 

 

Menurutnya, saat ini penting membangun optimisme. "Lebih penting dari itu (masalah ekonomi) adalah bahwa banyak orang yang telah kehilangan kepercayaan mereka pada masa depan Republik Islam (Iran) dan ragu tentang kekuatannya," kata dia. 

 

Namun mayoritas anggota parlemen Iran menolak alasan-alasan yang dikemukakan Rouhani tentang jatuhnya perekonomian negara itu. Satu-satunya jawaban yang mereka terima adalah perihal sanksi perbankan internasional. Sebab mereka menyadari hal itu di luar kendali pemerintah. 

 

Seusai penjelasan Rouhani, parlemen Iran memutuskan menggelar voting untuk menentukan apakah masalah itu harus dirujuk ke pengadilan guna dipertimbangkan. Setelah voting dilakukan, hasilnya mayoritas parlemen sepakat membawa masalah keterpurukan ekonomi itu ke pengadilan. 

 

Hal itu akan membuat posisi Rouhani tidak aman. Pengadilan dapat memutuskan bahwa dia melanggar hukum dan parlemen memiliki kekuatan untuk mendakwanya.

 

Tapi para ahli politik menilai terdapat motif perebutan kekuasaan di balik hal tersebut. Langkah parlemen Iran diperkirakan akan memicu ketegangan baru di negara tersebut. Sebab faksi-faksi politik di Iran selalu menggunakan isu-isu internasional guna meraih keuntungan domestik mereka.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement