REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman mengakui sikap jajaran Bawaslu yang memutuskan meloloskan mantan narapidana kasus korupsi menjadi bakal caleg berpotensi mengganggu tahapan Pemilu 2019. Sebab, putusan Bawaslu tersebut berpotensi membuat jajaran KPU harus memulai kembali tahapan pendaftaran dan penetapan daftar caleg sementara (DCS) yang telah selesai.
"(Hal ini) punya potensi mengganggu tahapan dan jadwal Pemilu 2019," ujar Arief di Jakarta, Ahad (2/9).
Dia mencontohkan, saat KPU sudah menyelesaikan tahapan pendaftaran dan verifikasi bakal caleg, akan kembali lagi ke tahapan awal. Hal ini disebabkan adanya sejumlah gugatan dari mantan narapidana korupsi yang mendaftar sebagai caleg dan dinyatakan memenuhi syarat oleh Bawaslu.
"Maka, jika seharusnya pada tahapan ini kita sudah melakukan A, tetapi ternyata masih ada problem B, yang sebetulnya problem B ini tahapannya sudah selesai namun karena disengketakan maka problem B ini muncul," ungkap Arief.
Terlebih, lanjut dia, jika nantinya ada putusan Mahkamah Agung (MA), terhadap uji materi PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD dan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sebagaimana diketahui, dua aturan teknis itu digugat oleh sejumlah mantan narapidana korupsi karena memuat larangan bagi mereka untuk menjadi caleg.
"Misalnya, kalau di belakang hari ada putusan (MA), bahwa PKPU dinyatakan tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017)," ungkap dia.
Karenanya, menurut Arief kecemasan atas efek dari tiga putusan jajaran Bawaslu di daerah yang sebelumnya terjadi, saat ini sudah terbukti. "Kecemasan kami sudah mulai terbukti dengan mulai banyak putusan yang mengabulkan gugatan para mantan napi koruptor di berbagai daerah," tegas Arief.
Sebelumnya, gelombang putusan jajaran Bawaslu yang meloloskan mantan narapidana korupsi menjadi caleg awalnya terjadi di Aceh, Sulawesi Utara dan Toraja Utara. Dalam tiga putusan itu, tiga orang mantan koruptor, yakni Abdullah Puteh di Aceh (Bacaleg DPD), Syahrial Damapolii di Sulawesi Utara (Bacaleg DPD) dan Joni Kornelius Tondok di Kabupaten Toraja Utara (Bacaleg DPRD dari PKPI) dinyatakan memenuhi syarat oleh Bawaslu sebagai bakal caleg dan calon anggota DPD.
Selanjutnya, mantan koruptor yang juga diloloskan Bawaslu dalam putusannya yakni Ramadan Umasangaji di Kota Pare-Pare (Bacaleg DPRD dari Perindo), M Nur Hasan di Kabupaten Rembang (Bacaleg DPRD dari Hanura), Andi Muttamar Mattotorang di Kabupaten Bulukumba (Bacaleg DPRD dari Partai Berkarya), M Taufik di Provinsi DKI Jakarta (Bacaleg dari Gerindra), Abdul Salam di Kota Palopo (Bacaleg DPRD Nasdem), Ferizal dan Mirhammuddin di Belitung Timur (Balaceg DPRD Gerindra), Maksum Dg Mannassa di Mamuju (Bacaleg DPRD dari PKS), Saiful Talub Lami di Tojo Una-Una (Bacaleg DPRD dari Partai Golkar). Dengan demikian, saat ini sudah ada 11 mantan koruptor yang lolos menjadi anggota DPD maupun lolos sebagai bakal caleg Pemilu 2019.
Sementara itu, masih ada sejumlah daerah yang memproses penyelesaian gugatan oleh mantan narapidana korupsi. Beberapa daerah tersebut yakni Blora, Provinsi Jawa Tengah, Banten, Pandeglang, Kabupaten Lingga, Gorontalo dan Cilegon.