Ahad 02 Sep 2018 18:24 WIB

Bawaslu Jelaskan Soal Diloloskannya Mantan Koruptor

Bawaslu merujuk pada UU Pemilu.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Penyaringan caleg mantan koruptor
Foto: republika
Penyaringan caleg mantan koruptor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan, menampik tudingan yang menyebut pihaknya melakukan interpretasi sendiri soal aturan larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg). Hingga saat ini tercatat ada 11 putusan Bawaslu yang meloloskan mantan narapidana korupsi sah sebagai bakal caleg DPRD dan calon anggota DPD untuk Pemilu 2019.

"Kami bukan (melakukan) interpretasi sendiri. Coba dibaca dalam PKPU Nomor 20 (tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota) itu di pasal 7 (syarat pencalonan bakal caleg), tidak ada persoalan (larangan) bagi mantan narapidana korupsi," jelas Abhan di Jakarta, Ahad (2/9).

Aturan yang ada pada pasal 7 PKPU Nomor 20 Tahun 2018 itu disebutnya sama dengan aturan bakal caleg yang ada di UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. "Persis seperti itu. Kalau di pasal 7 PKPU memuat larangan itu, mungkin bisa dipahami. Namun, di pasal 7 PKPU Nomor 20 Tahun 2018 sama persis dengan aturan di UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Artinya, mereka (mantan narapidana korupsi) memenuhi syarat," lanjut dia.

Dia pun mengingatkan jika PKPU Nomor 20 Tahun 2018 mengatur tentang pakta integritas pada pasal 4. Pakta integritas yang dimaksud Abhan yakni parpol tidak akan mencalonkan mantan narapidana korupsi, mantan narapidana kejahatan seksual terhadap anak dan mantan narapidana kasus narkoba.

Pasal 4 ayat (3) yang dimaksud Abhan berbunyi 'Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi'.

"Pakta integritas itu ditandatangani ketua umum dan sekretaris jenderal (sekjen) parpol. Kalau sebuah perikatan yang wanprestasi itu adalah ketum dan sekjen hukumlah parpolnya, bukan calonnya. (Aturan) ini kan di syarat pencalonan, bukan syarat calon," tegas Abhan.

Dia pun menyinggung tidak adanya sanksi jika parpol tidak memenuhi syarat itu. "Jadi kami merujuk pada UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan PKPU juga," tambahnya.

Sebelumnya, gelombang putusan jajaran Bawaslu yang meloloskan mantan narapidana korupsi menjadi caleg awalnya terjadi di Aceh, Sulawesi Utara dan Toraja Utara. Dalam tiga putusan itu, tiga orang mantan koruptor, yakni Abdullah Puteh di Aceh (Bacaleg DPD), Syahrial Damapolii di Sulawesi Utara (Bacaleg DPD) dan Joni Kornelius Tondok di Kabupaten Toraja Utara (Bacaleg DPRD dari PKPI) dinyatakan memenuhi syarat oleh Bawaslu sebagai bakal caleg dan calon anggota DPD.

Selanjutnya, mantan koruptor yang juga diloloskan Bawaslu dalam putusannya yakni Ramadan Umasangaji di Kota Pare-Pare (Bacaleg DPRD dari Perindo), M Nur Hasan di Kabupaten Rembang (Bacaleg DPRD dari Hanura), Andi Muttamar Mattotorang di Kabupaten Bulukumba (Bacaleg DPRD dari Partai Berkarya), M Taufik di Provinsi DKI Jakarta (Bacaleg dari Gerindra), Ferizal dan Mirhammuddin di Belitung Timur (Balaceg DPRD Gerindra), Maksum Dg Mannassa di Mamuju (Bacaleg DPRD dari PKS), Saiful Talub Lami di Tojo Una-Una (Bacaleg DPRD dari Partai Golkar). Dengan demikian, saat ini sudah ada 11 mantan koruptor yang lolos menjadi anggota DPD maupun lolos sebagai bakal caleg Pemilu 2019.

Sementara itu, menurut data dari Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Bersih mencatat masih ada sejumlah daerah yang memproses penyelesaian gugatan oleh mantan narapidana korupsi. Beberapa daerah tersebut yakni  Blora, Provinsi Jawa Tengah, Banten, Pandeglang, Kabupaten Lingga, Gorontalo dan Cilegon. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement