Rabu 05 Sep 2018 15:05 WIB

Soal DPRD Malang, Kemendagri: Tak Mungkin Tunggu PAW

Kemendagri menyatakan proses PAW membutuhkan waktu hingga tiga bulan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono memberikan paparannya saat Konferensi pers di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (21/6).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono memberikan paparannya saat Konferensi pers di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (21/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono mengatakan solusi pembahasan peraturan daerah atau urusan pemerintahan lainnya di Kota Malang tidak mungkin menunggu pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPRD setempat. Sebab, proses PAW membutuhkan waktu hingga tiga bulan. 

Sumarsono mengatakan, jika menunggu proses PAW selesai maka waktu untuk menyelesaikan sejumlah peraturan daerah, terutama RAPBD 2019, tidak akan sempat. Sebab, peraturan-peraturan daerah di Kota Malang sudah harus disahkan dalam waktu satu dua pekan ini agar jalannya pemerintahan tidak tergambat. 

“PAW selesainya paling Desember. PAW itu prosesnya bukan sepekan dua pekan. Proses PAW itu belum lagi kesepakatan di internal partai, wong satu partai saja kadang kala PAW-nya bermasalah, apalagi sekian banyak orang,” kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (5/9).

Baca Juga: Kemendagri: APBD Kota Malang Bisa Disahkan Melalui Perwali

Karena itu, lanjut dia, perlu ada diskresi untuk menyelesaikan segera pengesahan pelbagai peraturan daerah Kota Malang yang tentunya tidak hanya membahas soal APBD. "Kan banyak perda yang dibahas, enggak cuma APBD. Ada puluhan perda yang di depan mata," tutur dia.

Kendati demikian, Sumarsono mengatakan, ia tidak ingin mempertentangkan diskresi dan PAW. Ia menjelaskan, langkah melalui PAW itu normatif dan memang sudah seharusnya demikian. 

Ia pun mempersilakan partai politik (parpol) untuk melakukan PAW kepada anggota DPRD Kota Malang yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, Kemendagri tetap menggunakan diskresi.

"Pemerintahan tidak boleh berhenti, satu menit pun tidak boleh. Agar bisa jalan, Kemendagri dan Gubernur punya diskresi sebagai langkah darurat untuk mengamankan kepentingan publik," kata dia.

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali mengatakan pergantian antarwaktu menjadi opsi yang lebih baik dibandingkan diskresi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ia khawatir diskresi justru menimbulkan permasalahan pada masa mendatang. terdakwa dalam kasus korupsi tahun 2015. 

Ia juga menilai diskresi bisa dilakukan dengan cepat, yakni satu pekan. Zainudin juga mengimbau partai untuk segera melakukan PAW terhadap anggotanya yang terjerat kasus korupsi di KPK. 

Sejauh ini, Partai Nasdem mengaku sudah mengganti kadernya yang menjadi tersangka. Begitupula dengan PDIP yang sudah menyiapkan nama-nama pengganti kader tersangka kasus korupsi di Malang.

KPK telah menetapkan mantan ketua DPRD Kota Malang Arief Wicaksono dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan Pemkot Malang Tahun 2015 Jarot Edy Sulistiyono sebagai tersangka pada tahap pertama. Pada tahap kedua, KPK menetapkan 19 orang tersangka, dengan rincian Wali Kota Malang nonaktif Moch Anton, dan 18 anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019. 

Kemudian, pada Senin (3/8), 22 anggota DPRD Kota Malang lainnya yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka baru. Dengan penetapan terbaru ini, ada 41 legislator Kota Malang, termasuk Arief, yang terjerat kasus ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement