Kamis 06 Sep 2018 00:30 WIB

Bank Pertimbangkan Legalitas untuk Gandeng Fintech

Aspek legal jadi catatan pengawas perbankan demi memitigasi risiko.

Fintech Fair 2018. Pengunjung meminta informasi di stand Fintech pada gelaran Fintech Fair 2018 di Mal Taman Anggrek, Jakarta, Jumat (13/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Fintech Fair 2018. Pengunjung meminta informasi di stand Fintech pada gelaran Fintech Fair 2018 di Mal Taman Anggrek, Jakarta, Jumat (13/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Izin penuh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang merupakan aspek legalitas masih mengganjal perbankan untuk menggandeng teknologi finansial (fintech) atau tekfin.  Sampai saat ini, baru satu perusahaan tekfin yang sudah mendapat izin penuh OJK.

 Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengungkapkan, aspek legal berupa izin penuh untuk suatu penyelenggara tekfin, menjadi catatan pengawas perbankan demi memitigasi risiko.  Menurutnya, kehati-hatian terhadap izin merupakan faktor penting. Sebab, industri tekfin baru berkembang dalam beberapa tahun terakhir, sehingga rekam jejaknya masih minim.

 “Perbankan akan lebih mudah memberikan kerja sama kalau izin penuh tekfin sudah diperoleh. Karena itu salah satu aspek pengurangan risiko, yakni aspek legal,” katanya, Rabu (5/9). 

 Legalitas yang jelas dari otoritas dinilainya menjadi aspek utama, selain aspek aspek komersial, prospek, hingga rekam jejak.  Apalagi, belakangan ini ada kejadian perusahaan tekfin yang sudah terdaftar, namun pada akhirnya status terdaftarnya dicabut OJK. 

"Itu akan jadi kendala bank kalau mau bekerja sama dengan mereka dalam bentuk apapun. Jadi, perlu kehati-hatian dari manajemen risiko bank tersebut,” tuturnya.

OJK pada awal bulan ini mencabut status terdaftar untuk 5 penyelenggara tekfin. Mereka adalah Tunaiku, Dynamic Credit, Relasi, Karapoto, dan Pinjamwiwin.  Pencabutan status terdaftar dilakukan karena kelima penyelenggara tekfin tersebut ketahuan mengganti jajaran pemegang sahamnya tanpa seizin otoritas.

Untuk diketahui, per Agustus 2018, jumlah penyelenggara tekfin terdaftar di OJK sebanyak 61 perusahaan. Namun, baru satu di antaranya yang memperoleh izin penuh, yakni Danamas.

David mengakui, dicabutnya izin lima penyelenggara tekfin akan menambah kehati-hatian perbankan dalam bekerja sama dengan tekfin. Padahal, kerja sama perbankan dan tekfin bisa menjadi simbiosis mutualisme karena perbankan juga membutuhkan sinergi dengan perusahaan-perusahaan tekfin. 

“Ada beberapa segmen pasar yang sulit dipenetrasi oleh bank. Itu bisa dengan mudah dilakukan via fintech,” ujar David.

Ia memaparkan, ada tiga bentuk kerja sama yang bisa dilakukan perbankan dengan tekfin. Selain channeling dalam penyaluran dana,  kolaborasi juga bisa dilakukan dengan penanaman modal oleh perbankan hingga pemberian utang kepada tekfin.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi sempat menyatakan, perizinan memang sulit diperoleh untuk membuat iklim usaha tekfin yang seimbang.  Menurutnya, hak dan kewajiban penyelenggara tekfin dengan status terdaftar maupun berizin tidaklah berbeda, kecuali dalam hal pencabutan izin.

Dia mengatakan, OJK memiliki kewenangan untuk segera mencabut tanda terdaftar penyelenggara tekfin yang melanggar aturan tanpa terlebih dahulu memberi peringatan tertulis. Hak pencabutan status terdaftar atas dasar pertimbangan OJK ini bahkan tertuang dalam POJK Nomor 77 Tahun 2016.

Namun, jika perusahaan tekfin udah menyandang status berizin penuh, tak semudah itu OJK bisa melakukan pencabutan izin.  “Bisa kami lakukan pencabutan izin. Tetapi ketika kita mencabut izin, karena ini izin permanen, implikasi hukumnya jauh lebih luas,” ungkapnya, beberapa waktu lalu.

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement