REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Harjono menegaskan, putusan Mahkamah Agung (MA) tentang peraturan yang melarang eks korupsi menjadi calon legislatif (caleg) sangat dibutuhkan semua pihak. Putusan MA pun menjadi dasar hukum bagi DKPP untuk memutuskan dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu atas polemik eks koruptor menjadi caleg.
"Putusan MA dibutuhkan buat semua orang. Termasuk DKPP dalam mengadili kode etik (terkait eks koruptor) Sebab itu menjadi dasar hukum," ujar Harjono ketika dihubungi pada Kamis (6/9).
Harjono menjelaskan, dasar hukum yang dimaksud yakni ketika ada kondisi di mana ada perbedaan sikap antara KPU dan Bawaslu terkait mantan narapidana korupsi yang saat ini mendaftar sebagai bakal caleg.
"Kalau KPU tidak melaksanakan putusan Bawaslu (yang menyatakan eks koruptor berhak menjadi bakal caleg), lalu kondisinya ada ketidakpastian hukum. Maka semua perlu putusan MA," katanya.
Sebelumnya, Harjono mengungkapkan rencana para penyelenggara pemilu akan segera mengirimkan surat ke MA dalam waktu dekat. Surat tersebut meminta MA untuk segera memutus uji materi atas peraturan yang melarang eks koruptor menjadi caleg.
Menurut Harjono, pengiriman surat itu berdasarkan kesepakatan bersama antara KPU, Bawaslu dan DKPP pada rapat tripartit yang digelar pada Rabu (5/9) malam. Rencananya, surat tersebut akan ditandatangani secara bersama oleh KPU, Bawaslu dan DKPP.
"Rencananya seperti itu, tetapi nanti dipilih mana yang terbaik. Kami akan mengirimkan surat itu secepatnya atau dalam dua hari ke depan. Tetapi ini sudah menjelang akhir pekan sehingga nanti dipastikan lagi," jelas Harjono.
Lebih lanjut, Harjono menjelaskan jika berkirim surat ke MA merupakan solusi dari hasil rapat tripartit antara ketiga pihak. Dia mengungkapkan adanya status quo (keadaan tetap sebagaimana kondisi sebelumnya) terkait polemik perbedaan pandangan antara KPU dan Bawaslu dalam menyikapi eks koruptor menjadi caleg.
Harjono menegaskan jika KPU dan Bawaslu tetap sama-sama tetap pada pendiriannya semula. Karena itu, untuk memecah kebuntuan karena tidak ada kepastian hukum, putusan MA sangat diperlukan.
"Lewat surat ke MA itu, kami minta kepada MA buat cepat memutus uji materi atas PKPU Nomor 20 dan PKPU Nomor 26 Tahun 2018. Sikap kami ini merujuk kepada pasal 76 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa MA bisa melakukan penyelesaian (putusan PKPU) dengan cepat. Kalau dasar itu digunakan maka MA tidak usah menunda-nunda lagi atau menanti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) selesai dulu," tegasnya.