REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi mengatakan, pimpinan MA akan mempertimbangkan surat yang bakal dikirim oleh penyelenggara pemilu terkait penyegeraan putusan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurutnya, detil isi surat tersebut harus dibaca dengan seksama untuk memastikan tak ada implikasi terhadap independensi hakim.
"Itu pun nanti akan dipertimbangkan oleh pimpinan MA. Karena bagaimana detil isi suratnya itu kita belum tahu, apakah itu akan memengaruhi independensi hakim atau merupakan pengaruh dari luar badan peradilan," terang Suhadi melalui sambungan telepon, Kamis (6/9).
Selain itu, Suhadi mengaku, pihaknya telah meneliti berita yang menyebutkan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan MA melanjutkan uji materi. Menurut dia, putusan MK tersebut merupakan putusan yang baru dan belum disampaikan kepada MA.
"Kita teliti ternyata baru, belum disampaikan kepada MA putusan itu. Seharusnya segera disampaikan ke MA," kata dia.
Pihaknya menyadari putusan MK itu belum disampaikan ke MA setelah melihat ke dalam catatan administrasi peradilan. Karena itu, kata Suhadi, MA terpaksa melihat putusan tersebut melalui internet.
"Ternyata memang ada. Itu nanti akan diperhatikan oleh MA. Iya (karena itu MA tetap mengacu ke Undang-Undang MK), tapi sudah kita baca itu (putusan MK)," ungkapnya.
Sebelumnya, dari pihak MK mengatakan, MA tak perlu menunggu putusan uji materi Undang-Undang (UU) Pemilu untuk menangani gugatan PKPU. Norma UU Pemilu yang diuji di MK saat ini disebut tak ada kaitannya dengan norma yang diuji di MA.
"Norma PKPU yang diuji di MA itu tidak ada kaitannya dengan yang diuji oleh MK," ungkap Juru Bicara MK Fajar Laksono saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (4/9).
Karena itu, kata Fajar, tidak ada alasan bagi MA untuk menunda uji materi PKPU dengan dalilnya. Di mana dalil PKPU yang digugat ke MA terkait dengan calon legislatif mantan narapidana korupsi, narkoba, dan pelecehan seksual terhadap anak.
Ia menuturkan, MK memang sedang menguji UU Pemilu. Tapi, norma yang diuji di MK terkait dengan masa jabatan wakil presiden, dana kampanye, dan citra diri. Semua itu ia sebut tidak ada hubungan atau kaitannya dengan norma PKPU yang sedang diuji di MA.
Landasan hukum akan hal itu ia sebut ada di dalam putusan MK No. 93 tahun 2017. Di mana yang diuji oleh MK adalah Pasal 55 UU MK. Menurut putusan itu, MA wajib menunda pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU sepanjang norma yang diuji ada kaitannya dengan yang diuji di MK.