REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mensahkan Undang-Undang Perguruan Tinggi (UU PT) pada hari ini, Jumat (13/7) pukul 11.15. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh menilai UU PT ini sudah tepat disetujui sekarang.
Ada tiga alasan kenapa UU ini dinilai tepat dikeluarkan sekarang. Pertama, karena bertepatan dengan masa habisnya Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN). Masa transisi PT BHMN akan habis pada akhir tahun ini. ''Jika Rancangan Undang-Undang (RUU) PT ini tidak segera disahkan maka tidak akan ada payung hukum terkait nasib PT BHMN,'' kata dia.
Alasan kedua, kehadiran UU PT ini bertepatan dengan awal mulai tahun akademik. ''Kita ketahui, masa perkuliahan biasanya dimulai antara Agustus atau September,'' lanjut dia. Jadi, kebijakan program seperti master terapan dan community college dalam UU ini bisa diterapkan.
Ketiga, pada Agustus nanti juga bertepatan dengan pembacaan Rancangan Kerja Pemerintah (RKP) 2013. Sehingga kata dia, kehadiran UU PT ini sudah tepat dari segi akademik, anggaran dan PT BHMN.
Hal lainnya adalah dengan adanya pengesahan ini maka bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BO PTN) dapat segera dimasukkan dalam Rancangan APBN.
Tahun ini, PTN akan diberi BO PTN. Akibat kebijakan itu, PTN tidak boleh menaikkan SPP karena sudah ada BOP. Dalam UU PT ini, menyatakan dana riset bisa dipakai untuk PTN maupun PTS. ''Ini merupakan komitmen pemerintah untuk membantu PTS,'' katanya.
UU itu juga mengatur seleksi bersama antara PTN dan PTS. ''Tentunya untuk PTS yang kualifikasinya bagus, mereka bisa ikut gabung. Sementara untuk biaya ujian masuk tahun depan akan gratis,'' lanjut Nuh.
Peraturan ini mengatur pula pendirian Perguruan Tinggi Asing (PTA). PTA boleh didirikan di Indonesia asal memenuhi beberapa syarat. Yakni, PTA tersebut terakreditasi, harus kerjasama dengan PT dalam negeri. Selain itu, keberadaan PTA juga akan dibatasi di bidang dan daerah yang mana saja yang boleh.
Dalam UU ini, tidak ada penyeragaman antara PTN dan PTS. Mereka diberikan tiga opsi pilihan dan bebas untuk memilihnya. Opsi pertama, tata kelola sumber daya dengan tunduk pada satuan kerja. Opsi kedua adalah sebagai badan layanan umum. Terakhir, bisa memilih menjadi perguruan tinggi berbadan hukum.
Dalam pasal ini, menyatakan pemerintah akan membantu dari segi pendanaan bagi PTN dan PTS. ''PT tidak akan dilepas begitu saja. Dia harus tetap sebagai lembaga nirlaba. Tidak boleh ada komersialisasi dan liberalisasi," kata Nuh.
Namun, seperti diketahui sebelum disahkan menjadi UU, peraturan ini sempat menuai protes oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI). Sekretris Jenderal APTISI Profesor Suyatno menolak peraturan ini.
"Konversi PTS menjadi PTN akan menyebabkan terjadinya akumulasi pembiayaan yang justru akan memberatkan pemerintah," kata Suyatno.
Terkait hal itu, Nuh mengaku siap untuk digugat. ''Saya siap digugat judical review. Asal mereka bisa membuktikan pasal mana yang melanggar aturan negara,'' katanya.