REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA—Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menghadirkan lagi inovasi terbaru. Perguruan tinggi kebanggan Kota Pahlawan itu berhasil mengembangan sendiri mesin cetak aksara braille. Hasil penelitian tim dosen Jurusan Teknik Elektoro ITS tersebut diperkenalkan kepada publik, Rabu (8/10).
Koordinator tim dosen Hendra Kusuma menjelaskan, inovasi mesin cetak braille dari ITS merupakan jawaban atas langkanya bahan bacaan beraksara braille di Tanah Air. Menurut Hendra, selama ini, mesin cetak braille impor berharga sangat mahal, sehingga kebutuhan di daerah-daerah sulit terpenuhi.
Hendra menggambarkan, mesin cetak braille terkemuka produksi Norwegia harganya mencapai Rp 2 miliar. Biaya tersebut belum termasuk ongkos kirim dan proses pemesanannya bisa mencapai dua tahun. “Setelah diproduksi massal, produk ini akan kami lempar ke pasar dengan harga Rp 500 juta saja,” ujar Hendra.
Menurut Hendra, harga miring yang ditawarkan karena biaya produksi relatif murah lantaran menggunakan material lokal. Menurut Hendra, saat ini, mesin cetak braille produksi ITS menggunakan 80 persen suku cadang dalam negeri, sementara sisa beberapa komponen masih diimpor dari Amerika Serikat.
Suku cadang impor itu sendiri, menurut dia, akan siap digantikan dengan hasil produksi sendiri mulai tahun depan, sehingga menjadi seratus persen menggunakan material lokal.
Hendra menceritakan, penelitian mesin cetak braille yang dilakukan tim Jurusan Teknik Elektro ITS bermula ketika Kementerian Pendidikan meminta ITS mereparasi mesin-mesincetak braille mereka yang rusak.
“Jadi, Indonesia pada tahun 1998 dibantu Pemerintah Norwegia. Kita diberi pinajaman, soft loan, dihutangi sebanyak 200 unit mesin cetak braille. Waktu itu, karena masih ada kerjasamanya, tiga tahun empat tahun aman. Setelah itu lama-lama tidak terurus, mesin-mesin mangkrak,” ujar Hendra.