Rabu 05 Aug 2015 20:55 WIB

Mengapa Riset Teknologi di Indonesia Sulit Berkembang Pesat?

Rep: C05/ Red: Yudha Manggala P Putra
Seorang peneliti menyusun bibit padi Nippon Bare yang dikembangkan melalui sistim kultur jaringan di laboratorium Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Bogor.
Foto: ANTARA/str-Jaflhairi/Koz/mes/06.
Seorang peneliti menyusun bibit padi Nippon Bare yang dikembangkan melalui sistim kultur jaringan di laboratorium Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Pakar Nanoteknologi Nurul Taufiq Rochman menjelaskan setidaknya ada dua faktor yang membuat penelitian di Indonesia belum berkembang pesat, yakni dari pemerintah dan juga dari peneliti.

Untuk faktor dari peneliti, kata dia, erat kaitannya dengan paradigma cara memandang riset. Dimana   banyak dari peneliti melakukan riset sebatas hanya sekedar “main main”. Orientasinya tidak benar benar untuk menciptakan produk. “Penelitian model seperti ini ujung ujungnya tidak terpakai di tataran praktis,” ujar dia di Gedung ICE BSD City, Rabu (5/8).

Juga, kata dia, dari sisi pemerintah erat kaitannya dengan kualitas SDM PNS yang ada. Dimana mereka tak semuanya paham terkait dunia riset dan teknologi. Banyak reviewer berstatus PNS melakukan kesalahan saat meng ACC suatu penelitian. Mereka justru malah mendanai riset yang tidak berpotensi untuk menjadi komersil.

“Jadi fakta di lapangan itu unik. Penelitian yang didanai malah tidak berhasil sedangkan yang tidak didanai malah berhasil,” paparnya. Dia mengambil sampel penelitian dari dirinya sendiri. Teknologi nano yang dikembangkannya tidak didanai oleh pemerintah. Padahal di luar negeri teknologi nano justru disupport habis habisan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement