Kamis 26 Jan 2017 15:01 WIB

Etika Penelitian di Indonesia Dinilai Masih Rendah

Rep: Yulianingsih/ Red: Yudha Manggala P Putra
penelitian (ilustrasi)
penelitian (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta Kasiyarno mengatakan, saat ini etika penelitian di Indonesia masih sangat rendah. Padahal kata dia, etika penelitian itu sangat penting di tengah era transparansi dan keterbukaan saat ini.

"Etika penelitian ini sangat penting, ini menyangkut hak asasi manusia dan juga transparansi," katanya saat membuka pelatihan etika penelitian dasar dan lanjut yang digelar Komite Etika Penelitian UAD, Kamis, (26/1).

Penelitian sendiri diikuti 30 anggota dan pengelola komite etik di Jawa Tengah dan DIY. Pelatihan menghadirkan komite etik dari Philipina.

Dikatakan Kasiyarno, masyarakat berhak tahu jika ada yang menjadikan dirinya sebagai obyek penelitian. Peneliti juga harus transparan memaparkan penelitiannya kepada masyarakat yang dijadikan obyek. Saat ini banyak yang hal itu tidak dilakukan termasuk lembaga-lembaga survei.

"Lembaga survei juga harus memiliki etika penelitian, tidak boleh tiba-tiba bertanya tanpa memaparkan tujuannya pada obyek peneliti. Ini bisa digugat," katanya.

Sayangnya kata dia, saat ini banyak penelitian di Indonesia yang belum memenuhi etika penelitian ini. Contohnya, penelitian yang menjadikan anak-anak sebagai obyek. Tidak jarang anak-anak yang jadi obyek tidak diberitahu jika dijadikan obyek penelitian. "Padahal ini untuk penelitian bagaimanapun caranya harus diberitahu," ujarnya.

Hal senda diungkapkan Ketua Komite Etika Penelitian UAD, Akrom. Menurutnya, saat ini banyak penelitian di UAD yang menggunakan subyek manusia belum dilakukan kaji etik. "Baru sekitar 10 persen penelitian di UAD yang menggunakan obyek manusia yang dilakukan uji etik," ujarnya.

Padahal kata dia, salah satu dasar dalam unsur etika penelitian adalah meminta pernyataan kesediaan dari obyek sendiri. Ini merupakan dasar penggunaan hak asasi manusia. Kesediaan sendiri dimintakan pada obyek setelah ada penjelasan secara komprehensif terkait penelitian tersebut.

"Kenyataanya banyak juga subyek uji atau responden tidak memahami apa tujuan dan manfaat penelitian," katanya.

Bahkan, banyak kasus penelitian yang mengabaikan aspek kerahasiaan subyek. Sehingga identitas subyek mudah tersebar di masyarakat. "Apalagi di era digital seperti saat ini banyak media sosial yang cepat menyebar contohnya kasus antraks kemarin," ujarnya.

Karena itulah kata dia, melalui pelatihan ini diharapkan komite etika penelitian di DIY dan Jawa Tengah gencar mensosialisasikan etika penelitian ke dosen dan para peneliti yang ada.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement