REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pakar dan konsultan pendidikan Munif Chatib menilai penghapusan ujian nasional sekolah dasar mulai 2014 sejalan dengan kurikulum baru yang akan diterapkan Juli 2013.
"Dengan penerapan kurikulum pendidikan yang baru, pelaksanaan UN menjadi tidak penting lagi. Harusnya bukan hanya UN SD yang dihapus, namun untuk seluruh jenjang," katanya di Semarang, Kamis.
Hal tersebut diungkapkannya usai peluncuran bukunya yang berjudul "Guardian Angel", sekaligus wisuda lulusan sekolah yang diberi nama seperti bukunya itu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang.
Munif mengungkapkan sangat mengapresiasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32/2013 tentang Perubahan Atas PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang salah satunya mengatur penghapusan UN SD.
"Saya sudah dengar itu. Ada PP baru, UN SD 'bye-bye'. Pelaksanaan UN memang tidak sejalan dengan kurikulum baru yang tematik integratif. Kan tidak mungkin tematik integratif dievaluasi lewat UN," katanya.
Ia menilai penerapan kurikulum baru sebenarnya menjadi jalan masuk untuk penghapusan UN seluruh jenjang pendidikan, sebab cara evaluasi pada kurikulum baru menggunakan pola "authentic assessment".
Menurut dia, sistem evaluasi model 'multiple choice' (pilihan ganda) sebagaimana UN tidak "nyambung" dengan kurikulum baru sehingga dirinya yakin nantinya UN SMP dan SMA sederajat juga akan dihapuskan.
"Saya melihat pertimbangan UN bukan masalah akademis lagi karena di sekolah-sekolah sebenarnya sudah selesai. Namun, ini sudah masuk politik karena rantainya panjang," kata pria kelahiran Surabaya, 5 Juli 1969 itu.
Munif yang juga salah satu anggota Tim Penyusun Kurikulum 2013 mengatakan UN memiliki rantai yang sangat panjang, mulai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi ibarat "lingkaran setan" yang susah untuk diputus.
"Nanti kalau (UN, red.) dihapus, nanti ada yang kehilangan pekerjaan, dan sebagainya. EValuasi belum selesai, sudah direncanakan lagi, dan seterusnya. Cara memotong lingkaran setan itu ya ubah kurikulum," katanya.
Kalaupun UN mau dipertahankan, kata dia, tujuannya cukup untuk pemetaan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, tidak boleh lagi menjadi salah satu syarat kelulusan seperti sekarang ini.
"Cukuplah untuk 'mapping' kualitas pendidikan di 33 provinsi, kan bisa ketahuan mana yang paling lemah. Kemudian ditingkatkan. Namun, urusan naik atau tidak, lulus atau tidak serahkan sekolah," kata Munif.