REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, meskipun pada tahun 2014 akan ada pergantian rezim pemerintahan, ia yakin pemerintah yang akan datang tetap menggunakan Kurikulum 2013. Menurutnya Kurikulum 2013 tidak perlu diganti, Kamis, (2/1).
“Kalau pemerintah melakukan pendekatan yang bisa dinalar, Insya Allah Kurikulum 2013 akan terus dipakai. Rasanya tidak elok kalau semuanya harus diganti,” kata Nuh.
Seharusnya, ujar Nuh, Kurikulum 2013 itu yang baik diperkuat dan ditingkatkan. Sedangkan yang kurang harus diperbaiki.
Dalam anggaran pendidikan 2015, kata Nuh, disusun pada tahun 2014. Makanya anggaran 2015 digunakan untuk melanjutkan program-program tahun sebelumnya sehingga Kurikulum 2013 akan tetap dilanjutkan.
Untuk mempertahankan Kurikulum 2013, terang Nuh, pihaknya akan melakukan komunikasi dengan pemerintahan yang akan datang untuk menyampaikan pentingnya melanjutkan Kurikulum 2013. “Seharusnya Kurikulum 2013 dilanjutkan, jangan sampai urusan politik membuat kurikulum menjadi tidak berkesinambungan,” terangnya.
Memang, kata Nuh, awal implementasi Kurikulum 2013 diragukan secara teknisnya. Namun itu tidak masalah, bukankah cinta sejati juga berawal dari keraguan.
Namun, ujar Nuh, faktanya saat ini ketika sekolah mengimplementasikan Kurikulum 2013, hasilnya sudah cukup baik. Berdasarkan sensus yang ditanyakan kepada kepala sekolah, guru, murid, komite, dan orang tua murid, kebanyakan hasilnya baik.
Pihaknya, terang Nuh, dalam sensus menanyakan dampak penerapan Kurikulum 2013 kepada kepsek, guru, pengawas, apakah kurikulum ini menaikkan daya nalar? Meningkatkan kemampuan dan hasrat membaca? Hasilnya, 76 persen menyatakan kurikulum ini menaikkan daya nalar, 74 persen menaikkan hasrat membaca, dan 79 persen anak menjadi lebih semangat bertanya.
Kurikulum 2013, kata Nuh, membuat anak lebih tertarik mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan observasi hasilnya lebih banyak nilai positifnya, makanya pemerintah berani menerapkan 100 persen.
“Kalau misal hasil observasi ini tidak meyakinkan, misalnya hanya 40-60 persen yang menyatakan baik, kami tidak akan berani menerpakan Kurikulum 2013 100 persen. Namun karena hasilnya oke, maka kami terapkan 100 persen,” katanya.
Meski 2014 merupakan tahun politik, ujar Nuh, tidak ada pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, termasuk eselon satu yang maju nyaleg. “Saya, wamen, tidak ada yang nyaleg, namun hanya khusyuk melaksanakan Kurikulum 2013,” ujarnya.
Kurikulum 2013, kata Nuh, hasilnya positif. Ini terlihat dari kepala sekolah yang saat ini lebih aktif melakukan supervisi, tidak hanya duduk saja. Mereka juga mendorong menerapkan hasil pelatihan Kurikulum 2013.
Memang, terang Nuh, berdasarkan sensus terhadap guru ditemukan kendala guru banyak yang mengalami kesulitan dalam penyusunan rencana pembelajaran (RPP). Sebagian guru mengaku masih sulit menyusun RPP sesuai aturan dalam Kurikulum 2013.
“Kami akan mengatasi masalah ini dengan memperbanyak dan memperkuat pelatihan cara menyusun RPP. Kami yakin semua bisa diatasi,” kata Nuh.
Dengan hasil sensus yang baik terhadap Kurikulum 2013, lanjut Nuh, maka diputuskan untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 ke seluruh sekolah pada tahun ajaran 2014. Jumlah sekolah mencapai 208 ribu dengan 31 juta siswa terdiri atas SD, SMP, SMA/MA/SMK.