REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali, H Muhammad Taufik As'adi menyatakan, sebagai sekolah milik rakyat, tidak ada alasan lagi bagi sekolah negeri, menolak siswi berjilbab.
Setelah keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 45 Tahun 2014, maka siswi yang ingin mengenakan pakaian khas dengan jilbab, harus difasilitasi. "Kalau namanya sekolah negeri ya harus tunduk pada aturan itu," kata Taufik.
Menjawab Republika di Denpasar, Kamis (16/10), Taufik mengatakan, pakaian khas telah menjadi ketentuan dan tidak boleh dilanggar. Jadi jangan sampai ada pihak sekolah yang menolak seorang siswi, setelah mengetahui yang bersangkutan mengenakan jilbab. "Tidak ada boleh ada diskriminasi seperti itu," kata Taufik.
Seorang siwi SD Muhammadiyah 3 Denpasar, Futratunnisa yang melamar masuk di sebuah SMP Negeri, secara lisan dinyatakan mememuhi syarat untuk diterima melalui jalur prestasi. Yang bersangkutan berprestasi di bidang pencaksilat dan memenangkan sejumlah kejuaraan.
Namun ketika diumumkan, nama Nisa tidak masuk dalam daftar siswa yang diterima. Nisa menduga, dia tidak diterima karena dia mengenakan jilbab.
Ombudsman RI Denpasar, Umar Ibnul Khottob, menyayangkan Nisa tidak mengadukan halnya ke Ombudsman. Sebaliknya Nisa memilih bersekolah di SMP Muhammadiyah, agar tetap bisa mengenakan jilbab ke sekolah.
Sementara itu, terkait pelarangan pengenaan jilbab di sekolah, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI, melakukan penelitian di Bali. Kegiatan itu kata salah seorang penelitinya, Drs H Ahsanul Khalikin MA untuk mengetahui respon tokoh-tokoh agama terhadap kasus pelarangan jilbab di Bali.
Yang disebut pelarangan sebutnya, bisa terjadi di sekolah, di kantor-kantor pemerintah maupun di perusahaan-perusahaan swasta."Kami ingin mengetahui kronologisnya, repon tokoh agama dan jalan keluarnya," kata Ahsan.
Selain mewawancarai tokoh-tokoh ummat Islam, Ahsan mengaku mendatangi dan meminta masukan dari pemuka-pemka Hindu dan juga kepada masyarakat umum. Semua pihak katanya, dia wawancarai, termasuk tokoh-tokoh Hindu, agar masalahnya tidak dilematis.
Penelitian sebut Ahsan, dimaksudkan sebagai data yang ditujukan untuk mendukung harmoni kehidupan kebangsaan. Sewaktu-waktu diperlukan sebutnya, Kementerian Agama telah memiliki data, sehingga bila ada masalah, segera tahu bagaimana jalan keluarnya.