REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Anggota Badan Pengawan Pemilihan Umum (Bawaslu) Wahidah Suaeb menilai masyarakat kecewa pada putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legistlatif (caleg). Menurut dia, keputusan itu berpotensi menghadirkan anggota legistlatif yang tak berintegritas.
"Memang tamparan keras ya buat perjuangan dan semangat publik yg tinggi untuk lawan korupsi," kata dia dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad (17/9).
Namun, bukan hanya pada MA Wahidah menumpahkan kekesalannya kepada MA, melainkan juga Bawaslu. Menurut dia, Bawaslu sejak awal enggan menjalani Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melarang mantan napi koruptor mencalonkan diri sebagai anggota legistlatif.
Ia menilai, Bawaslu lupa bahwa tujuan pemilu tak lain menghadirkan pemimpin yang memiliki integritas. Ia justru mengapresiasi keseriusan KPU untuk tetap tegas menolak mantan napi koruptor.
"KPU dan Bawaslu sangat kontras, padahal diikat dalam UU Pemilu yang sama. Harusnya dua lembaga itu menciptakan pemilu yang berintegritas, tegas dia.
Menurut Wahidah, sikap lunak Bawaslu merupakan ceminan lembaga tersebut telah menyia-nyiakan kepercayaan masyarakat. Padahal, saat Bawaslu diberikan wewenang besar untuk mengambil sikap.
Bagi Wahidah, Bawaslu seolah-olah justru memberi karpet merah untuk praktik korupsi. Selain dengan mudah meloloskan bakal caleg mantan koruptor, lanjut dia, Bawaslu juga enggan mengusut tuntas dugaan mahar politik dan membiarkan kasus itu tenggelam.
"Saya bilang Bawaslu tidak sadar momentum yang sedang dihadapi oleh bangsa kita soal korupsi. Masyarakat kecewa dengan sikap Bawaslu dan putusan MA," ujar dia.
Baca juga: Ini Alasan GP Ansor Minta Polisi Pertimbangkan Ceramah UAS
Sementara, anggota Bawaslu Mochamad Afifuddin mengatakan, putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan uji materi terhadap larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) harus segera ditindaklanjuti. Menurutnya, putusan dari MA ini adalah fatwa yang sudah dinantikan oleh semua pihak.
"Kami belum membaca putusannya. Tetapi, putusan ini harus ditindaklanjuti karena inilah yang ditunggu-tunggu semua pihak," ujar Afif kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (14/9).
Afif juga mengatakan bahwa Bawaslu belum menerima salinan putusan MA. "Kami pun belum melakukan komunikasi dengan KPU setelah ada putusan ini. Sekarang ini baru mau komunikasi," ucapnya.
Baca juga: Terbongkarnya Sel Mewah di Lapas Sukamiskin
Sebelumnya, Juru Bicara MA, Suhadi, membenarkan jika pihaknya telah memutuskan mengabulkan gugatan uji materi tentang larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg). MA menegaskan jika aturan yang ada dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dan PKPU Nomor 26 Tahun 2018 itu bertentangan dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
"Sudah diputus kemarin (Kamis, 13 September). Permohonannya dikabulkan dan dikembalikan kepada Undang-undang (UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017)," ujar Suhadi ketika dihubungi wartawan, Jumat.
Dengan demikian, maka aturan tentang pendaftaran caleg dikembalikan sesuai dengan yang ada dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Dalam aturan UU itu, larangan eks koruptor menjadi caleg tidak disebutkan secara eksplisit.
Daftar parpol yang menyumbang bakal caleg bekas narapidana korupsi.