REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengkoordinasikan rakor rekonsiliasi dokumen Rencana Aksi (Renaksi) rehabilitasi dan rekonstruksi Lombok. Sekretaris Kemenko PMK, Y.B Satya Sananugraha menyampaikan arahan tentang pentingnya akuntabilitas program dan keuangan dalam pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi.
“Renaksi harus mampu mencerminkan target yang sudah ditetapkan sesuai arahan Bapak Presiden," katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (19/9).
Satya menambahkan bahwa rencana aksi ini menjadi tindakan dasar selanjutnya bagi Pemerintah untuk merevisi DIPA sehingga Pemerintah harus benar-benar bisa mencantumkan segala sesuatu yang dibutuhkan secara riil dan diprioritaskan dalam rencana aksi ini. Sesuai dengan Inpres Nomor 5 Tahun 2018, Kemenko PMK mempunyai tugas yakni memfasilitasi, mengkoordinasikan, percepatan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana gempa bumi di NTB.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengkoordinasikan rakor rekonsiliasi dokumen Rencana Aksi (Renaksi) rehabilitasi dan rekonstruksi Lombok.
Sementara itu, Plt. Deputi bidang Koordinasi Dampak Bencana dan Kerawanan Sosial, Kemenko PMK Sonny Harry B Harmadi pada paparannya menambahkan, poin-poin kesimpulan dan arahan Ibu Menko PMK dalam Rakor Tingkat Menteri sebelumnya harus menjadi acuan penyusunan Renaksi bagi seluruh peserta rakor ini.
Sonny mengatakan, Renaksi rehabilitasi-rekonstruksi harus jelas tahapannya sehingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dapat mengetahui tahapan kebutuhan anggaran untuk 2018 dan 2019.
Sementara itu, Deputi Rehabilitasi Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Harmensyah menekankan agar Renaksi mampu mendorong pemulihan kegiatan sosial kemasyarakatan dan ekonomi secara cepat. Sesuai arahan Menko PMK pada RTM sebelumnya bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan upaya pemulihan secara keseluruhan yang harus segera masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2019.
"Kementerian/Lembaga diminta segera mendukung pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk pemulihan ekonomi dengan diantaranya melalui padat karya tunai dan pembangunan rumah secara swakelola," ujarnya.
Sonny berharap dalam waktu yang singkat ini atau enam bulan sejak masa tanggap darurat berakhir, semua fungsi layanan sosial dan ekonomi serta pelayanan publik harus normal kembali.
Secara keseluruhan kebutuhan untuk rehabilitasi rekonstruksi pascagempa bumi yang diajukan pemerintah daerah dalam paparan Kepala Bappeda Provinsi NTB mencapai angka Rp 16 triliun. Dalam gempa bumi ini terdata 396,032 pengungsi, 573 korban meninggal dunia dan 149,715 rumah yang rusak.