REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri akan meminta keterangan lanjutan dari pihak Bank terkait pembobolan bank oleh Kantor PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP). PT SNP gagal membayar medium term notes (MTN) 14 bank dengan taksiran kerugian mencapai Rp 14 triliun.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Komisaris Besar Polisi Daniel Tahi Monang Silitongan mengatakan keterangan tambahan dari pihak bank sebagai pihak yang merugi diperlukan untuk pengembangan kasus ini. Ia mengatakan penyidik segera menjadwalkan pemanggilan pihak bank tersebut. "Mungkin ada beberapa bank yang akan datang dan konfirmasi," kata dia.
Polisi akan meneliti lebih dalam bagaimana bank-bank tersebut memberikan kredit pada SNP sampai akhirnya kebobolan ini terjadi. “Untuk krediturnya akan kami proses berikutnya, kami pasti akan nilai prinsip kehati-hatiannya dalam memberikan kredit ini,” kata Kasubdit II Ditipideksus Komisaris Besar Polisi Golkar Pangarso saat dihubungi Rabu.
Kepolisian juga menyatakan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) untuk mendalami kasus ini. Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae menuturkan sudah berkoordinasi dengan Bareskrim terkait pengusutan aliran dana pembobolan bank tersebut.
Menurut dia, analisis masih berjalan. Nantinya, hasil analisis itu akan diserahkan terlebih dahulu ke kepolisian yang menangani kasus ini. "Masih kami lakukan analisis, nanti setelah selesai semua info akan kita berikan ke Bareskrim," ujar dia.
Bank Mandiri merupakan salah satu dari 14 Bank yang dibobol PT SNP. Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Rohan Hafas menjelaskan, SNP menjadi perusahaan pembiayaan yang menjadi debitur Bank Mandiri sejak 2004.
Menurut Rohan, selama belasan tahun menjadi debitur Bank Mandiri, SNP Finance memiliki catatan yang baik dengan kualitas kredit yang lancar. "Hal ini juga yang membuat banyak bank kemudian ikut memberikan pembiayaan kepada SNP Finance," kata dia, Rabu (26/9).
Bank Mandiri beralasan permasalahan di SNP Finance saat ini bukan semata-mata karena ketidakhati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit. Apalagi, kata dia, saat ini regulator telah menetapkan rambu-rambu yang sangat ketat bagi perbankan.
Rohan menyebut, kekisruhan di SNP justru disebabkan niat buruk pengurus perseroan untuk menghindari kewajiban mereka. Rohan mengatakan tindakan Bareskrim menangkap petinggi SNP, termasuk Direktur Utama Donni Satria, telah didukung oleh bukti-bukti yang sangat kuat.
"Langkah berikutnya adalah, Bank Mandiri akan memperdalam laporan informasi yang telah disampaikan ke pihak berwajib terkait SNP Finance, dan bersama kreditur lain kembali akan melaporkan adanya dugaan pemalsuan data dan informasi oleh SNP Finance," kata Rohan.
Polisi sudah menggeledah Kantor PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) di Jalan K.H Mas Mansyur No. 15 Blok E-2 Duri Pulo Gambir Jakarta Pusat pada Selasa (25/9). Dari penggeledahan itu, Bareskrim mengamankan tiga buah komputer induk. Isi dari komputer tersebut masih didalami.
Terungkapnya kasus pembobolan bank ini berawal dari laporan Bank Panin pada awal Agustus 2018. PT SNP mengajukan pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan fasilitas rekening koran kepada Bank Panin periode Mei 2016 sampai 2017 dengan plafon kepada debitur sebesar Rp 425 miliar.
Akan tetapi pada Mei 2018,, status kredit tersebut macet sebesar Rp141 miliar. Penyelidikan Polri, PT SNP telah melakukan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen, penggelapan, penipuan dan tindak pidana pencucian uang.
Modusnya dengan menambahi, menggandakan dan menggunakan daftar piutang fiktif. Pemalsuan juga terjadi pada fasilitas kredit yang diajukan oleh PT SNP kepada kreditur bank lain sebanyak 14 bank yang terdiri dari bank BUMN dan bank swasta.
Penyidik sudah menangkap dan menetapkan lima tersangka yakni Direktur Utama PT SNP yakni DS, AP (Direktur Operasional), RA (Direktur Keuangan), CDS (Manager Akutansi) dan AS (Asisten Manager Keuangan). Sedangkan tiga orang lainnya, LC, LD dan SL masih buron.