REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Menteri Luar Negeri Korea Utara (Korut) Ro Yong-ho menyatakan negaranya berkomitmen kuat untuk melakukan denuklirisasi atau perlucutan senjata nuklir. Namun, proses tersebut membutuhkan kepercayaan penuh dari Amerika Serikat (AS).
“Tanpa kepercayaan AS, tidak akan ada kepercayaan pada keamanan nasional kita. Komitmen Pemerintah Korut terhadap denuklirisasi adalah solid dan tegas,” ujar Ri ketika berbicara di Majelis Umum PBB akhir pekan lalu, dikutip laman UN News.
Ia mengatakan negaranya telah mengambil langkah-langkah signifikan tahun lalu untuk merampungkan proses denuklirisasi. Adapun langkah yang diambil antara lain menghentikan uji coba nuklir dan rudal, membongkar tempat uji coba nuklir, dan bersumpah tidak akan mengembangkan senjata serta teknologi nuklir. “Namun kami tidak melihat respons yang sesuai dari AS,” ujar Ri.
Menurutnya, AS selalu bersikeras dengan ‘denuklirisasi-pertama’ dan meningkatkan tekanan berupa sanksi terhadap negaranya. Ia mengaku menyayangkan sikap AS tersebut. “Kunci untuk mengonsolidasikan perdamaina dan keamanan di Semenanjung Korea adalah benar-benar menerapkan pernyataan bersama Korut-AS yang diadopsi pada Juni di pertemuan puncak di Singapura,” ucap Ri.
Presiden AS Donald Trump dan pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un telah bertemu di Singapura pada 12 Juni. Itu merupakan pertemuan perdana keduanya setelah kerap terlibat aksi saling ancam dan kecam.
Seusai pertemuan itu, terdapat empat hal yang disepakati Trump dan Kim. Pertama Korut dan AS setuju menjalin hubungan baru yang mengarah ke perdamaian. Kedua, baik AS maupun Korut setuju untuk membangun rezim yang stabil di Semenanjung Korea.
Ketiga, mengacu pada Deklarasi Panmunjeom (hasil KTT Korut-Korsel), Korut menyatakan berkomitmen melakukan denuklirisasi menyeluruh di Semenanjung Korea. Kemudian terakhir, kedua negara sepakat memulangkan tahanan perang atau tentara yang dinyatakan hilang yang telah teridentifikasi.
Kendati telah menghasilkan kesepakatan, AS menyatakan sanksi terhadap Korut tak akan dicabut. Sanksi baru akan dilepaskan ketika negara tersebut melakukan denuklirisasi secara penuh dan lengkap.