REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memprediksi adanya penurunan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan batu bara. Hal ini dipengaruhi adanya penurunan harga batu bara di pasar internasional dari 104 dolar AS per ton menjadi 100 dolar AS per ton pada Oktober ini.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Ditjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Sri Raharjo mengatakan memang secara keseluruhan, PNBP pada tahun ini dipatok tinggi karena harga batu bara internasional mengalami kenaikan. Hal ini tentu menggenjot pendapatan perusahaan batu bara.
Hanya saja, kata Sri, harga batu bara yang pergerakannya tidak bisa diprediksi membuat perkiraan pendapatan bisa saja meleset. Ia mengatakan tahun ini secara overall harga batu bara memang cukup menarik.
Baca juga, DMO Batu Bara Dicabut, Mendag Yakin Target Ekspor Tercapai
Kenaikan yang drastis di awal tahun, ungkap Sri, menjadi angin segar bagi para pengusaha batubara. Hanya saja, ternyata mulai Agustus hingga Oktober kenaikan yang melonjak ini juga harus dihadapkan pada kenyataan penurunan harga batu bara.
"Tahun ini naik cukup drastis. Walaupun di Oktober ini turun harganya. Pada Agustus ini harganya 170 dolar AS per ton, kemudian pada September 104 dolar AS per ton, dan sekarang hanya 100 dolar AS per ton. Jadi itu menyebabkan ada potensi Oktober ini akan menurun pendapatan dari royalti batu bara," papar Sri, Kamis (4/10).
Disatu sisi, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indoensia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan salah satu faktor penurunan harga batu bara internasional dikarenakan adanya kelebihan pasokan batu bara di level kalori rendah menengah di pasar.
Baca juga, Penerimaan Non Pajak Sektor Migas dan Tambang Lampaui Target
Kelebihan pasokan ini berpengaruh terhadap pergerakan harga di pasar dunia. Hendra mengatakan, kelebihan pasokan di market salah satunya karena pemerintah mendorong tambahan produksi untuk menggenjot ekspor batu bara beberapa bulan lalu sebanyak 100 juta ton hingga akhir tahun.
“Kalau kita perhatikan pergerakan index, terutama di batu bara kalori rendah dan menengah, pasarnya sudah gejala over supply. Jadi ini yang sebabkan tekanan terhadap harga. Ditambah sentimen adanya rencana pemerintah genjot ekspor. Tapi di sisi lain pasar bisa kelebihan pasokan jadi harga terganggu,” kata Hendra dalam kesempatan sama.
Hendra juga tidak menutup kemungkinan bahwa penurunan harga akan terjadi kembali hingga akhir tahun. Selain karena pasokan berlebih, alasan lain adalah Cina mulai mengurangi konsumsi batu bara demi mengurangi polusi di negaranya.
“Ada kekhawatiran begitu. Cina kan sudah kurangi impor. Kita nggak bisa prediksi karena banyak faktor, cuaca. Itu susah. Meski mungkin harga sepertinya tidak akan turun hingga parah," ujar Hendra.