Kamis 11 Oct 2018 05:34 WIB

Skybridge Siap Beroperasi Pekan Depan

Keberadaan PKL di skybridge berpotensi melanggar perda

Rep: Flori Sidebang/ Red: Bilal Ramadhan
Kondisi terkini pembangunan skybridge Tanah Abang, Jakarta, Senin (8/10).
Foto: Republika/Flori Sidebang
Kondisi terkini pembangunan skybridge Tanah Abang, Jakarta, Senin (8/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembangunan skybridge atau jembatan penyeberangan multiguna (JPM) di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat terus dikebut. Hal ini dilakukan untuk mengejar target yang telah ditentukan.

Direktur Utama PD Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan mengatakan, hingga saat ini pembangunan skybridge telah mencapai 70 persen. Rangka utama dari skybridge juga telah terpasang.

“Sekarang sedang pemasangan atap dan lantai,” kata Yoory ketika dihubungi Republika, Rabu (10/10).

Setelah itu, lanjutnya, jika atap dan lantai sudah terpasang, pihaknya akan melanjutkan pemasangan ramp untuk akses naik-turun di skybridge. Yoory mengungkapkan, kondisi di lapangan agak berat. Sebab, banyak kabel yang berada di bawah tanah.

“Tapi enggak apa-apa, kita tetap kerja. Target kita tetap tanggal 15 Oktober ini kalau bisa sudah digunakan secara fungsional. Dalam artian, orang yang mau naik ke stasiun itu sudah nyambung, jadi sudah bisa difungsikan sebagian,” ujar Yoory.

Ia menambahkan, di tanggal tersebut para pedagang kaki lima (PKL) juga sudah bisa berjualan di atas skybridge. Hanya saja belum semuanya, baru sebagian saja yang bisa berjualan. “Itu masih kita batasi. Pokoknya Oktober ini, target kita sudah selesai 100 persen,” jelas Yoory.

Terkait dengan PKL yang nantinya akan berjualan di atas skybridge, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta, Teguh Nugroho mengatakan, hanya diperuntukkan bagi PKL yang berada di Jalan Jatibaru saja, yang selama ini berjualan di trotoal dan di jalanan. Pihaknya bersama Pemprov DKI Jakarta pun sudah melakukan verifikasi pada bulan Mei 2018 lalu.

Dari hasil verifikasi itu, lanjutnya, akan dilakukan pemilahan terhadap para PKL. Sehingga tidak semua PKL bisa tertampung di skybridge. Pemilahan tersebut memiliki beberapa poin penting, yaitu mengutamakan PKL yang memiliki KTP Jakarta dan minimal sudah tinggal atau berdomisili di Jakarta sekurang-kurangnya enam bulan.

“Jadi tidak hanya memiliki KTP Jakarta, tapi juga berdomisili di sana. Karena banyak orang yang ber-KTP Jakarta, tetapi tidak berdomisili di Jakarta. Sebab mendadak membuat itu (KTP),” kata Teguh.

Selain itu, PKL yang diizinkan berjualan di skybridge hanya yang memiliki satu lapak. Menurut Teguh, nama-nama para PKL yang akan berjualan di skybridge sudah pasti dan tidak mungkin berubah mau pun bertambah lagi. Nama-nama itu sudah diverifikasi oleh Ombudsman RI dan Pemprov DKI Jakarta.

“Ini sudah ditetapkan per bulan Mei 2018. Alat ukurnya KTP, domisili, dan hanya boleh membuka satu lapak,” tegas Teguh.

Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan, skybridge yang saat ini sedang dibangun di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, belum menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi berbagai masalah yang ada di Tanah Abang. Menurutnya, skybridge hanya solusi penataan yang sepotong, tidak mencakup secara keseluruhan.

Kalau mau menyelesaikan masalah Tanah Abang, ia menambahkan, seharusnya Pemprov DKI mempunyai rencana induk penataan kawasan Tanah Abang secara keseluruhan. Baru nanti bisa dilakukan secara bertahap.

Ia mengungkapkan, dengan adanya rencana induk secara garis besar, maka pihak-pihak terkait akan memiliki rencana yang jelas dan matang dalam menata Tanah Abang. Sehingga secara keseluruhan tertata dengan baik. Mulai dari integrasi antara stasiun kereta api dengan pasar Tanah Abang, hingga nantinya ada MRT dan LRT.

Nirwono menambahkan, Dinas Cipta Karya DKI Jakarta sebenarnya sudah pernah menyusun Panduan Rancang Kota Kawasan Tanah Abang sekitar tahun 2012. Tetapi proyek tersebut terhenti karena anggarannya telah habis. Dari panduan tersebut seharusnya bisa dievaluasi atau dilanjutkan kembali sesuai dengan kebutuhan saat ini.

Menurutnya, dengan adanya panduan itu gubernur seharusnya bertanya terlebih dahulu kepada Dinas Cipta Karya sebelum memutuskan membuat skybridge. Sehingga mempunyai konsep yang matang dalam memberikan solusi.

Berpotensi Langgar Perda

Nirwono juga mempertanyakan fungsi skybridge yang digunakan sebagai tempat berjualan para PKL yang berada di Jalan Jatibaru, Tanah Abang. Ia berpendapat jika hal itu memiliki celah pelanggaran dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, yang mengatur kegiatan PKL untuk tidak boleh berjualan di trotoar dan juga jembatan penyeberangan orang (JPO).

Skybridge ini kan sebagai bentuk lain dari JPO, seharusnya jadi perhatian. Jangan memindahkan masalah dari bawah ke atas, yang sebenarnya juga sama-sama melanggar aturan hukum,” kata Nirwono.

Selain itu, Nirwono mempertanyakan, apakah kehadiran skybridge ini sudah bisa menjamin para PKL untuk tidak kembali berjualan di trotoar. Ia juga khawatir, kebijakan yang diberlakukan di skybridge ini akan dijadikan sebagai contoh di tempat lainnya yang ada di Jakarta. Seperti di Stasiun Jatinegara dan Senen yang di dekatnya juga terdapat pasar.

“Tidak tertutup kemungkinan mereka juga akan bikin skybridge gitu yang gede untuk menampung PKL. Padahal perda menyebutkan tidak boleh berjualan di jembatan penyeberangan orang, termasuk juga trotoar,” ujar Nirwono.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement