REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengajak pejabat negara lebih memahami aturan dalam berkampanye. Menurut dia, pejabat negara harus lebih menjaga perilakunya agar tidak terkesan menguntungkan salah satu pasangan calon atau partai politik tertentu.
Ia mencontohkan, tindakan yang dilakukan Menteri Koordinator bidang Kematiriman Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pertemuan IMF-World Bank. Menurut dia, perilaku dua menteri itu tidak benar secara etis.
"Tidak semestinya aktivitas politik praktis dibawa-bawa dalam aktivitas resmi kenegaraan. Penyelenggara negara kita harus membebaskan diri dari hal yang berbau politik praktis," kata dia.
Dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara, Luhut dan Sri tak boleh menunjukan sikap partisan atau menguntungkan atau merugikan pasangan calon tertentu. Menurut Titi, sebagai penyelenggara pemilu, sangat tidak patut aktivitas kenegaraan dikaitkan dengan tendensi politik praktis.
Ia juga mengungkit deklarasi 11 kepala daerah yang melakukan deklarasi dukungan untuk Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin di Riau. Menurut dia, deklarasi itu telah melanggar aturan.
"Iya (melanggar) dong. Pejabat negara yang merupakan aktor politik, seperti gubernur, bupati, wali kota, boleh berkampanye. Tapi tidak menggunakan fasilitas negara dan mengajukan cuti," tegas dia.
Titi mengatakan, jika para kepala daerah itu tidak dalam posisi cuti dan menggunakan jabatannya, para kepala daerah itu tidak boleh melakukan dukunngan. Pasalnya, hal itu dapat dinilai menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon atau peserta pemilu.