REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Musisi Ahmad Dhani mendatangi Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur untuk menjalani pemeriksaan pedananya sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik, Kamis (25/10). Sebelum menjalani pemeriksaan, Dhani menyayangkan betapa cepat dirinya ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
Dhani mengaku hanya sekali diperiksa sebagai saksi. Sementara pada saat panggilan pemeriksaan kedua, dia sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dhani pun membandingkan penetapan tersangka kepadanya, dengan penetapan tersangka kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Kok polisi sangat cepat mempertersangkakan Ahmad Dhani tapi Ahok kok lama sekali, sampai harus didemo jutaan orang untuk jadi tersangka," kata Ahmad Dhani.
Dhani mengaku, sejauh ini pemeriksaan yang dilakukan polisi kepadanya cukup baik. Pentolan band Dewa 19 itu hanya menyayangkan terlalu cepatnya penetapan tersangka terhadapnya.
Padahal, kata Dhani, dirinya pun memiliki hak untuk mengajukan gelar perkara khusus, seperti apa yang dilakukan Ahok sebelum ditetapkan sebagai tersangka. "Ahok juga ada gelar perkara khusus ya saya kok gak ada. Kita punya ahli juga banyak yang memang kita membawa ahli yang kredibel," ujar Dhani.
Sebelumnya, Ahmad Dhani ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim dalam kasus pencemaran nama baik. Di mana, dalam sebuah video yang sempat viral, dirinya menyebut "Banser idiot". Penetapan tersangka tersebut, dilakukan Polda Jatim setelah memeriksa saksi-saksi terkait, dan juga saksi ahli.
Dalam kasus ini, Dhani dijerat Pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 27 ayat 3 UU ITE tersebut melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Polda Jawa Timur sebelumnya mempersilakan musisi Ahmad Dhani Prasetyo mengajukan praperadilan, terkait penetapan dirinya sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik atau ujaran kebencian. Hal itu untuk membuktikan benar atau tidaknya ada kriminalisasi dalam kasus tersebut.
"Kalau bilang dikriminalisasi silakan diuji di praperadilan. Di situ akan diuji langkah ini kriminalisasi dari polisi atau tidak," kata Kabid Humas Polda Jatim Komisaris Besar Polisi Frans Barung Mangera di Surabaya, Jumat (19/10).
Barung mengatakan dalam menetapkan tersangka, polisi melihat bukti salah satunya adalah video Dhani yang diunggah ke media sosial. Dalam video itu ada kata-kata yang harus diterjemahkan dengan bahasa pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tahun 2016.
"Polisi tidak bisa menerjamahkan (bahasa) itu sehingga menjadi kriminalisasi. Polisi hanya mengambil ahli bahasa apakah sudah masuk dalam kategori pencemaran nama baik, ujaran kebencian dan sebagainya yang masuk dalam UU ITE itu," tuturnya.