Jumat 26 Oct 2018 08:48 WIB
Pembakaran Bendera Tauhid

LBH Pelita: Polisi Seharusnya Melihat Unsur Kesengajaan

dalam proses hukum, setiap alasan pihak yang diduga jadi tersangka memiliki ukuran.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Andi Nur Aminah
Bendera bertuliskan kalimat tauhid.
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Bendera bertuliskan kalimat tauhid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Ahmad Khozinudin menilai Kepolisian seharusnya melihat unsur kesengajaan dalam insiden pembakaran bendera tauhid. Unsur kesengajaan itulah menurut dia, yang patut didalami.

“Kalau ini hanya niat, jadi pusing, kacau jadinya,” kata dia di Jakarta, Kamis (25/10).

Baca Juga

Ia juga berpendapat, alasan kepolisian yang menyebut tiga pembakar bendera tauhid tidak memenuhi unsur pidana dan niat jahat, tidak logis.  “Logika saya jadi hilang karena kasus itu bisa dilepas hanya karena tidak ada niat jahat. Orang kecelakaan saja dia tetap bisa kena pidana walaupun dia tidak ada niat jahat untuk menabrak,” kata Khozinudin.

Menurut Khozinudin, dalam proses hukum, setiap alasan pihak yang diduga menjadi tersangka mesti memiliki ukuran. Khususnya dalam konteks kasus yang sedang dia hadapi. Berdasarkan fakta yang ada, pelaku pembakar bendera yang berasal dari Banser NU melakukan pembakaran secara sengaja.

LBH Pelita, kata dia, turut menyayangkan narasi yang dibangun kepolisian yakni menyasar pada pihak yang membawa bendera. Dalam hal ini, mengerucut pada organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang jelas sudah dibubarkan pemerintah. 

Lebih lanjut, senada dengan pernyataan eks HTI, LBH Pelita menyatakan bendera yang dibakar tersebut bukanlah bendera HTI, melainkan murni simbol umat Islam berisikan lafaz Laa Ilaha Illallah Muhammadar Rasulullah. Ia mengatakan, pihak Kemenkumham juga dapat mengecek langsung perihal bendera HTI. Sebab, sesuai pernyataan eks HTI, organisasi tersebut tidak memiliki bendera. Melainkan hanya sebuah logo yang digunakan untuk keperluan selain bendera.

Di satu sisi, ia mengatakan, sebuah organisasi di Indonesia tidak bisa menggunakan simbol-simbol yang menjadi domain publik. Organisasi tidak diberikan hak eksklusif tertentu untuk menggunakan simbol yang dimiliki publik. Hal itu, secara otomatis batal demi hukum.

“Silakan cek di Dirjen HKI (Hak Kekayaan Intelektual). Apa ada yang mendaftarkan simbol kalimat tauhid sebagai lambang organisasi?” ujarnya.

Terakhir, ia mengatakan, Majelis Ulama Indonesia selaku otoritas yang berhak menentukan sikap terkait permasalahan keagamaan telah menyatakan yang dibakar tersebut bukan bendera HTI. “Jadi tidak ada berandai-andai,” kata dia.

Polda Jawa Barat dan Polres Garut telah melakukan gelar perkara terbuka kasus dugaan pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid, atau yang dinyatakan polisi sebagai bendera HTI. Hasil gelar perkara polisi itu akhirnya menyatakan tidak bersalah kepada tiga orang pelaku pembakar bendera di Garut itu.

“Terhadap tiga orang anggota Banser yang membakar tidak dapat disangka melakukan perbuatan pidana karena salah satu unsur yaitu niat jahat tidak terpenuhi,” kata Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo.

Karena itu dia melanjutkan, status tiga orang yang diamankan polisi pascakejadian ini tetap berstatus saksi. Ketiganya yakni ketua panitia dan pelaku pembakaran bendera diduga milik HTI. Ketiganya melakukan aksi pembakaran karena spontanitas melihat adanya bendera HTI di tengah-tengah acara peringatan Hari Santri Nasional (HSN).

Polisi kemudian menyatakan penyebab kejadian tersebut dikarenakan ada seorang penyusup yang membawa bendera tersebut. “Laki-laki penyusup inilah sebenarnya orang yang sengaja ingin mengganggu kegiatan HSN yang resmi dan bertujuan positif," katanya.

Pada Kamis Sore, pukul 16.00 wib, Polda Jawa Barat menangkap satu orang yang diduga sebagai pembawa bendera. Polisi kemudian mengamankan orang tersebut yang bernisial U (20 tahun), warga Kabupaten Garut. "Statusnya masih terperiksa," kata Kabid Humas Polda Jabar, kaa Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko.

Menurut Truno, terperiksa U diamankan polisi di Jl Laswi, Kota Bandung. Penyidik memiliki waktu tiga hari untuk menentukan status U tersebut. Saat ini, dia mengatakan, U masih menjalani pemeriksaan secara intensif di Mapolda Jabar.

"Patut diduga U yang membawa bendera HTI saat upacara HSN di Limbangan. Kita masih melakukan pendalaman intens," ujarnya yang hanya menggelar jumpa pers tak lebih dari lima menit.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement