REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai kasus pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid dan diklaim sebagian kalangan sebagai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sudah selesai dengan dijatuhkannya vonis oleh hakim kepada pembawa dan pembakar bendera.
Anggota Watim MUI KH Muhammad Siddiq mengatakan, vonis hakim Pengadilan Negeri Garut penjara 10 hari bagi pembakar dan pembawa bendera itu adalah hasil dari proses penegakkan hukum yang harus dihormati semua pihak.
Walaupun terkesan formalistik atas vonis yang terlalu ringan, Siddiq tidak terlalu mempermasalahkan.
Proses hukum ini adalah usaha dari semua pihak untuk mencapai penyelesaian atas insiden pembakaran bendera, saya kira ini hal yang baik ketika semua selesai dengan ketetapan hukum," kata Siddiq kepada wartawan, Selasa (6/11).
Tokoh yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) ini menyadari masih ada pihak yang kurang puas dengan vonis hakim tersebut.
Ia mempersilakan pihak yang tidak puas menempuh jalur hukum lain. Namun, sikap umat Islam yang menyerahkan penyelesaian terkait pembakaran bendera ke pengadilan adalah cara yang paling tepat.
"Mudah-mudahan vonis ini bisa diterima semua pihak biar tidak ada kegaduhan dan jadi pelajaran agar insiden serupa tidak lagi terjadi," imbuhnya.
Sebelumnya Pengadilan Negeri Garut pada Senin (5/11). Dalam sidang terkait pembakarab bendera di hari santri di Garut, hakim memutuskan pembawa dan pembakar bendera dijatuhi hukuman 10 hari penjara dan denda Rp 2.000.
Hakim beranggapan keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sehingga dijatuhi kurungan 10 hari dan denda Rp 2 ribu. Kepada pembawa bendera pun, Hakim memutuskan menjatuhkan pidana ringan serupa. Unsur pidana yang dikenakan karena dianggap mengganggu dan membuat kegaduhan sebagaimana pasal yang didakwakan yakni Pasal 174 KUHP.