REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan adanya perbedaan antara dua indikator penunjuk sikap atau Angle of Attack (AOA) Indicator. Perbedaan AOA itu mengakibatkan penunjuk kecepatan menunjukkan angka yang salah.
Kepala Sub Komite Investigasi Keselamatan Penerbangan KNKT Kapten Nurcahyo Utomo menjelaskan, alat penunjukan kecepatan melakukan pengukuran dengan mengukur jumlah angin yang masuk ke alat yang bernama Pito dengan AOA sebagai indikator penunjuk sudut depan pesawat terhadap arah aliran udara. Lalu ditemukan perhitungan komputer kecepatan yang ditunjukkan oleh penunjuk kecepatan.
"Sekarang misalnya peswat terbang dalam posisi benar, AOA salah. Seharusnya, kecepatan pesawat akan berhitung bahwa 100 persen udara dihitung. Tapi pesawatnya miring 20 derajat misalnya, maka angka yamg muncul angka yang sudah dikurangi oleh AOA salah, jadi tidak benar angkanya," kata Nurcahyo, Rabu (7/11).
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menjelaskan, Flight Data Recorder (FDR) menunjukkan bahwa kerusakan penunjuk kecepatan pada empat penerbangan terakhir. Pada penerbangan Bali-Jakarta, tercatat adanya perbedaan di Angle of Attack (AOA) indicator.
Pada penerbangan dari Bali ke Jakarta, jelas Soerjanto, muncul perbedaan penunjukkan AOA, di mana AOA sebelah kiri berbeda 20 derajat dibanding yang kiri. Pilot pun melakukan beberapa prosedur dan akhirnya dapat mengatasi masalah dan pesawat mendarat di Jakarta. KNKT menyatakan, hingga kini pihaknya pun belum mengetahui alasan rinci penggantian itu.
Dalam kasus jatuhnya pesawat ini, yang dilakukan oleh Pilot di penerbangan Bali menuju Jakarta pada 28 Oktober 2018 itu tidak berhasil dilakukan oleh pilot JT-610, Jakarta-Pangkalpinang. Sehingga KNKT akan memberikan rekomendasi dan meminta data pada Boeing selaku pabrik terkait bagaimana prosedur sebenarnya jika mendapati permasalahan perbedaan AOA itu.
KNKT menyatakan akan terus menggali keterangan terkait jatuhnya pesawat berjenis Boeing 737 Max 8 itu. KNKT mengumpulkan dan mengkaji catatan perawatan pesawat, prosedur perawatan pesawat, catatan pelatihan awak pesawat dan teknisi serta prosedur terbang bagi pilot.
"Pencarian CVR untuk mengetahui tindakan yang dilakukan dan koordinasi antar pilot juga terus diupayakan," kata Soerjanto menambahkan.
Seperti diketahui, pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT610 dilaporkan hilang kontak pada pukul 06.33 WIB atau sekitar 13 menit usai lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Senin (29/10). Pesawat itu tidak pernah sampai di Bandara Depati Amir, Pangkalpinang, Bangka Belitung usai dipastikan jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.