REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Puluhan nelayan Danau Singkarak mengadu ke DPRD Sumatra Barat, Rabu (15/11). Sebabnya, Peraturan Gubernur Nomor 81 Tahun 2017 yang melarang penggunaan bagan di danau tersebut telah mengganggu nafkah mereka.
Ketua Asosiasi Nelayan Danau Singkarak Hendri Andi saat bertemu anggota DPRD Sumbar di Padang, mengatakan sejak enam bulan terakhir kondisi perekonomian warga sangat sulit. Ini karena tidak ada lagi ikan bilih (Mystacoleus padangensis) yang ditangkap.
"Sudah enam bulan kami tidak memiliki pemasukan dari usaha kami melalui bagan, kemudian datang peraturan ini. Apa yang harus kami lakukan untuk dapat bertahan hidup," kata Hendri, Rabu (15/11).
Menurut dia warga akan mengikuti aturan dari pemerintah jika aturan itu meminta masyarakat menukar alat tangkap mereka. Namun, untuk menghilangkan bagan yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat pihaknya meminta pemerintah lebih arif lagi dalam menyikapi hal tersebut.
Ia mengatakan asosiasi ini dibentuk sejak dua tahun yang lalu. Tujuannya, untuk mengontrol jumlah bagan di Danau Singkarak karena tidak ramah lingkungan.
Pihaknya telah berupaya mengganti dengan waring sesuai aturan undang-undang. "Namun harganya mahal dan tidak terjangkau dengan kami. Selain itu pemasukan kami juga hilang karena ikan bilih tidak ada lagi di sana," katanya.
Warga lainnya Daswir (65) mengatakan, sejak lahir hidup di pinggiran Danau Singkarak. Sehingga, paham bahwa ikan bilih memiliki musim tersendiri.
"Jangan langsung diambil kesimpulan karena bagan, ikan khas danau tersebut menghilang," katanya.
Menurut dia ikan bilih akan sangat sulit ditemukan sekitar bulan Januari hingga bulan April, ini sudah sering terjadi. Kalau memang alat tangkap yang terlalu kecil, warga akan mengganti dengan alat tangkap yang diperbolehkan pemerintah.
"Ini aturan yang aneh, kenapa bagan dilarang sementara keramba yang menggunakan drum, besi sama seperti bagan diperbolehkan," kata dia.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar Yosmeri mengatakan, hilangnya ikan bilih di Danau Singkarak akibat akumulasi dari berbagai persolan mulai dari alat tangkap yang begitu rapat. Sehingga, ikan kecil pun ditangkap, hingga banyaknya bagan di sana.
"Kita berupaya menjaga kelestarian danau dan ekosistemnya dengan Pergub tersebut karena banyak persoalan yang muncul. Mulai dari kerusakan ekosistem maupun keindahan sekitar danau yang berpotensi sebagai destinasi wisata," ujar dia.
Ketua DPRD Sumatera Barat Hendra Irwan Rahim mengatakan seluruh pihak baik masyarakat dan pemerintah sepakat peduli dengan keberadaan ikan bilih dan berupaya menjadikan danau ini menjadi indah serta membuat ikan bilih kembali berkembang.
"Aturan ini tentu harus dijalankan dan kehidupan masyarakat juga harus diperhatikan pemerintah terkait mata pencaharian mereka. Kita memberikan waktu tujuh bulan kepada masyarakat untuk mempersiapkan diri agar bagan dapat dihilangkan dan mencari solusi bersama terkait mata pencaharian masyarakat," kata Hendra.