Selasa 20 Nov 2018 17:28 WIB

Baiq Nuril Laporkan Balik Atasannya

Baiq Nuril berterima kasih atas dukungan Presiden dan publik terhadapnya.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Indira Rezkisari
Anggota DPD RI Dapil NTB Baiq Diyah Ratu Ganefi (kanan) berkunjung ke ruang Baiq Nuril (tengah) di Perumahan Telagawaru, Labuapi, Lombok Barat, NTB, Rabu (14/11).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Anggota DPD RI Dapil NTB Baiq Diyah Ratu Ganefi (kanan) berkunjung ke ruang Baiq Nuril (tengah) di Perumahan Telagawaru, Labuapi, Lombok Barat, NTB, Rabu (14/11).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Terpidana kasus ITE, Baiq Nuril Maknun, menyampaikan terima kasih terhadap perhatian dan kepedulian Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas kasus yang menimpanya. "Saya sangat terimakasih pada Presiden yang sudah mendukung saya untuk mencari keadilan," ujar Nuril saat jumpa pers di Fakultas Hukum Universitas Mataram, Selasa (20/11).

Nuril mengatakan, informasi tentang penundaan eksekusi yang dikeluarkan Kejaksaan Agung merupakan bentuk dukungan moril dari Presiden Jokowi dan banyak masyarakat Indonesia yang sudah peduli pada dirinya. Ia mengaku tidak dapat membayangkan jika tidak ada dukungan dari masyarakat Indonesia dalam menghadapi kasusnya.

Kuasa Hukum Nuril, Hendro Purba, mengaku sudah mengetahui penundaan eksekusi Nuril dari berita media massa. Untuk memastikan hal tersebut, tim kuasa hukum Nuril akan mendatangi Kejaksaan Negeri Mataram pada Rabu (21/11).

Selain itu, lanjut Hendro, kedatangan ke Kejari Mataram juga memenuhi surat panggilan untuk Nuril yang sebelumnya dilayangkan oleh Kejari Mataram. "Besok kita minta ada surat tertulis dari Kejari Mataram untuk penundaan eksekusi ini agar ada kekuatan hukum yang dipegang Nuril," ujar Hendro.

Ia menilai, penundaan eksekusi enam bulan dan denda Rp 500 juta hingga ada putusan Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya hukum luar biasa dari Nuril. Meski begitu, tim kuasa hukum Nuril belum juga menerima salinan surat keputusan kasasi dari Mahkamah Agung hingga saat ini.

Kondisi ini, menurut tim kuasa hukum Nuril, Joko Jumadi membuat tim kuasa hukum belum bisa menyusun permohonan PK. Joko mengatakan, salinan putusan kasasi MA merupakan dasar landasan timnya membuat PK.

"Tapi kami belum terima sehingga kami minta MA bisa segera juga mengirimkan salinan putusannya," ujar Joko.

Joko menambahkan, Baiq Nuril didampingi suami Lalu Isnaeni dan 15 tim pengacara juga telah mendatangi ruang Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB melaporkan kasus pelecehan secara verbal yang dialaminya pada Senin (19/11).

Kata Joko, Nuril membawa sejumlah barang bukti terkait pelecehan yang dialami, termasuk salinan putusan Pengadilan Negeri Mataram yang mengungkapkan fakta bahwa mantan atasannya, M, melakukan pelecehan seksual terhadapnya. Joko mengatakan, Nuril bersama kuasa hukum sengaja melaporkan kasus pelecehan seksual karena menunggu putusan tetap (inkracht) terhadap kasus Nuril.

"Kita melaporkan M hari ini karena menunggu putusan inkracht atas kasus Baiq Nuril," ucap Joko.

Menurut Joko, M, mantan kepala sekolah SMAN 7 Mataram, dilaporkan atas Pasal 294 ayat (2) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi: "Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya."

"Ancaman pidananya tidak tanggung-tanggung itu tujuh tahun," ungkap Joko.

Di tempat yang sama, politikus PDIP, Rieke Diah Pitaloka mengatakan, dukungan Presiden Jokowi untuk kasus Nuril merupakan dukungan dan keberpihakan pada perempuan. Namun, Rieke menegaskan, hal ini bukan berarti intervensi terhadap hukum yang berjalan.

"Presiden tak akan intervensi proses hukum, saya yakin itu. Namun dukungan moral itu penting sambil memberi kesempatan pada Baiq Nuril untuk lewati proses hukum yang ada," kata Rieke.

Rieke yang sejak awal mengawal kasus Nuril dan menjadi penjamin penangguhan penahanan Nuril di saat sidang dulu, juga meminta dukungan semua pihak untuk proses PK yang akan dilakukan Nuril. Ia mengatakan, kasus Nuril bisa menjadi pelajaran ke depan agar penegakan hukum bisa lebih berpihak pada korban, terutama korban kekerasan dan pelecehan seksual.

Undang-Undang ITE, lanjut Rieke, mesti dilakukan revisi terkait penanganan kasus perempuan. Ia menilai, dalam kasus Nuril, unsur pelecehan seksual justru diabaikan, dan yang muncul justru masalah pencemaran nama baik.

"Saya juga hadiri sidang Nuril dulu, dan saya dengar rekamannya. Dalam kasus seperti harusnya jangan sorori siapa penyebarnya, tetapi harus difokuskan kepada ada tidaknya pelecehan atau kekerasan secara psikologis terhadap perempuan," kata Rieke menambahkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement