REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta membacakan dakwaan terhadap Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf dalam perkara dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018, Senin (26/11) hari ini. Sebelum menjalani sidang perdananya, Irwandi mengaku siap karena sudah mengetahui isi dakwaan yang disusun oleh tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
"Dakwan sudah kita baca, jadi sudah tahu naskahnya, enggak nervous, saya tahu dimana harusnya," kata Irwandi yang mengenakam kemeja berwarna putih.
Irwandi mengaku tidak ada persiapan khusus untuk menghadapi sidang hari ini. Irwandi sendiri rencananya bakal didakwa dalam dua perkara sekaligus. "Enggak perlu persiapan. Mendengar dan jawaban saja. Iya dua perkara langsung disatukan," ujarnya.
Saat ini, JPU KPK sedang membacakan surat dakwaan Irwandi. KPK sebelumnya menemukan indikasi bancakan yang dilakukan oleh Irwandi dan oknum pejabat di Aceh, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terhadap DOK Aceh tahun anggaran 2018. Lembaga antirasuah itu juga telah menahan Gubernur Aceh non aktif Irwandi Yusuf dan ajudannya Hendri Yuzal, Bupati Bener Meriah non aktif Ahmadi serta seorang pengusaha T Saiful Bahri.
Dari temuan awal, KPK menduga setiap anggaran untuk proyek yang dibiaya dari DOK Aceh dipotong 10 persen, 8 persen untuk pejabat di tingkat provinsi, dan 2 persen di tingkat kabupaten/kota. Pada tahun ini, Aceh mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp 8,03 triliun. Pemberian dana otsus ini tertuang dalam UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018.
KPK menjerat Irwandi, Hendri dan Syaiful sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Ahmadi didakwa menyuap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf Rp 1 miliar. Diduga Ahmadi memberikan uang secara bertahap sebanyak tiga kali.
Menurut jaksa, pemberian uang itu diduga agar Irwandi Yusuf mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Aceh memberikan persetujuan terkait usulan Ahmadi, supaya kontraktor dari Kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan program pembangunan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus (DOK) Tahun 2018 di Bener Meriah.
Menurut jaksa, Irwandi memberitahu bahwa fee yang akan diberikan oleh Ahmadi sebesar 10 persen.
Sementara untuk gratifikasi, Irwandi dijerat kasus dugaan gratifikasi terkait proyek pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang tahun anggaran 2006-2011. KPK menduga, Irwandi selaku Gubernur Aceh periode 2007-2012 telah menerima gratifikasi senilai total Rp 32 miliar. Gratifikasi tersebut tidak dilaporkan Irwandi kepada KPK selama 30 hari.