REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Presiden Afghanistan Ashraf Ghani telah membentuk tim 12 untuk melakukan negosiasi damai dengan Taliban. Ghani berbicara pada konferensi PBB terkait perang antara pasukan keamanan Afghanistan dan Taliban yang telah berlangsung 17 tahun.
Pertemuan para pemimpin Afghanistan dan diplomat internasional bertepatan dengan upaya Amerika Serikat (AS) untuk mendorong perdamaian dengan Taliban. "Kami berupaya untuk melakukan kesepakatan perdamaian di mana Taliban Afghanistan akan dimasukkan dalam masyarakat yang demokratis dan inklusif," kata Ghani.
Ia menambahkan bahwa kesepakatan apapun harus memenuhi persyaratan tertentu, termasuk menghormati hak konstitusional perempuan. Namun Taliban, yang tidak hadir di pertemuan Jenewa menolak berhubungan langsung dengan pemerintah Kabul. Taliban juga menolak permintaan Ghani. Taliban mengatakan mereka hanya melakukan negosiasi dengan AS.
Menurut Taliban, berbicara dengan pemerintah Afghanistan hanya membuang-buang waktu. "Seluruh dunia memahami bahwa lebih dari setengah Afghanistan berada di bawah kendali Emirat Islam sedangkan pemerintahan Kabul dikendalikan oleh Amerika," kata pernyataan Taliban.
Ghani, meminta warga Afghanistan untuk mendukung dorongan perdamaiannya dalam pemilihan April mendatang. "Pemilihan presiden mendatang adalah kunci untuk perundingan perdamaian yang sukses. Rakyat Afghanistan membutuhkan pemerintah terpilih dengan mandat untuk mendapatkan ratifikasi (dan) melaksanakan perjanjian perdamaian dan memimpin proses rekonsiliasi sosial," katanya.
Ghani menambahkan bahwa pelaksanaan kesepakatan apapun akan membutuhkan waktu minimum lima tahun. Hal itu untuk mengintegrasikan enam juta pengungsi dan orang-orang yang terlantar.
Ghani mengatakan bahwa kepala stafnya akan memimpin tim negosiasi. Sementara itu, dewan penasihat akan memberikan masukan dalam proses negosiasi.
Diplomat AS David Hale mengatakan dia berencana untuk membentuk tim negosiasi. "Saatnya telah tiba untuk menciptakan Afghanistan yang damai," katanya kepada konferensi.
Hale mendesak Taliban untuk berkomitmen pada gencatan senjata dan menunjuk tim negosiasi. Hale juga memperingatkan bahwa pemilihan presiden harus dijalankan lebih baik daripada pemilihan parlemen bulan lalu.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyuarakan kekhawatirannya tentang Pilpres. Ia menyerukan dialog intra-Afghanistan yang luas. Menurut Lavrov, Moskow khawatir tentang situasi militer dan politik yang memburuk. "Harus ada kerja sama yang lebih erat melawan ISIS Afghanistan, yang mengancam seluruh wilayah," kata Lavrov.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan kehadiran ISIS dan radikalisasi kelompok-kelompok lokal merupakan tantangan baru. Tetapi kehadiran militer asing selalu menyebabkan ketidakstabilan dan berfungsi sebagai ajang rekrutmen bagi para ekstremis.
"Tren mengerikan ini perlu diselesaikan sebelum menjadi bencana," kata Zarif.
Kepala eksekutif Afghanistan Abdullah Abdullah menambahkan proses perdamaian akan dimulai dengan dialog intra-Afghanistan, diikuti oleh diskusi dengan Pakistan dan AS. Lalu akan ada diskusi dengan tokoh regional, dunia Arab dan negara-negara NATO dan non-NATO.