Jumat 30 Nov 2018 15:59 WIB

Ini Langkah MA Seandainya Punya Alat Sadap

KPK mengamankan enam orang dalam OTT di PN Jakarta Selatan pekan ini.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andri Saubani
Hakim OTT KPK Diberheentikan. Juru Bicara MA Suhadi menyampaikan paparan saat konferensi pers terkait OTT Hakim PN Jaksel oleh KPK di Gedung MA, Jakarta, Kamis (29/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Hakim OTT KPK Diberheentikan. Juru Bicara MA Suhadi menyampaikan paparan saat konferensi pers terkait OTT Hakim PN Jaksel oleh KPK di Gedung MA, Jakarta, Kamis (29/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi menyatakan sistem pengawasan reguler sebetulnya sudah lengkap untuk mengawasi aparatur peradilan. Regulasi terkait pengawasan pun telah dibuat, seperti Perma nomor 7, nomor 8, nomor 9 tahun 2016 dan bahkan ada Maklumat Ketua MA.

Suhadi mencontohkan, MA punya badan pengawasan, personel dan hakim tinggi pengawasan. Namun, ia mengakui ada yang tidak dimiliki MA, yakni alat pendeteksi dini untuk mencegah perbuatan melanggar hukum seperti suap.

"Alat untuk mendeteksi mereka melakukan perbuatan dini tentang misalnya take and give suap dan sebagainya itu enggak punya kita," tutur dia kepada Republika.co.id, Jumat (30/11). Suhadi pun mengonfirmasi alat yang dimaksud adalah alat penyadap.

Kalau MA memiliki alat penyadap, lanjut Suhadi, aparatur peradilan yang melakukan pertemuan atau komunikasi dengan pihak yang berperkara, tentu akan diketahui dengan mudah. Karena ada alat pendeteksi dini ini, MA pun bisa langsung mengambil sikap dengan memecatnya.

"Misalnya sekarang ada pertemuan di antara mereka, atau ada komunikasi antara pejabat pengadilan dengan pihak yang berperkara. Kalau awalnya kita ketahui, ya kita copot saja dari situ. 'Ini ada indikasi Anda menyalahgunakan jabatan, ini buktinya, transkip pembicaraan Anda dengan si A si B.' Kita ambil tindakan, enggak akan terjadi tertangkap tangan seperti ini," papar dia.

Namun, Suhadi melanjutkan, apa yang ia sampaikan ini bukan berarti MA berharap disediakan alat pendeteksi tersebut. Dia hanya ingin memaparkan perbandingan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan MA. Apalagi dia mengakui, di dalam regulasi saat ini, hanya KPK yang dibolehkan melakukan penyadapan langsung.

"Kalau kita bandingkan, KPK melakukan semua penangkapan karena mempunyai sarana itu. Saya kan sering hadir di KPK. Dalam hal OTT (operasi tangkap tangan), ya mereka lengkap, ada transkip pembicaraan dan jam perbuatannya. Sudah ada itu. Kita enggak bisa menghindari. Jadi alat itulah yang menerjemahkan itu," kata dia.

Sebelumnya, KPK menyita sekitar 45 ribu dolar Singapura dari OTT yang dilakukan terhadap hakim dan panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Ada enam orang yang terkena tangkap tangan KPK itu. Enam itu terdiri dari hakim, panitera dan pengacara.

"Ada sejumlah uang dalam bentuk dolar Singapura yang juga turut dibawa sebagai barang bukti dalam perkara ini. Uang yang diamankan sekitar 45 ribu dolar Singapura," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (28/11).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement