REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan usia perkawinan perempuan 16 tahun yang termuat dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Untuk itu, MK memerintahkan kepada DPR RI merevisi UU Perkawinan dalam waktu tiga tahun.
Pernyataan MK itu termuat dalam putusan yang mengabulkan sebagian gugatan tiga ibu rumah tangga, yakni Endang Wasrinah, Maryanti, Rasminah. Para perempuan yang dinikahkan sebelum berusia 16 tahun ini meminta MK membatalkan Pasal 7 ayat (1) UU 1/1974 tentang Perkawinan.
Aturan itu berbunyi, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Ketiga penggugat mengajukan permohonan sepanjang frase pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Sepanjang frasa ‘usia 16 tahun’,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam putusan yang dibacakan pada sidang, Kamis (13/12) hari ini, dikutip dari laman MK.
Dalam putusannya, MK juga menyatakan, aturan 16 tahun usia perkawinan perempuan tersebut masih tetap berlaku sampai pembuat Undang-Undang melakukan perubahan. Tenggat yang ditetapkan oleh MK untuk melakukan perubahan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan, yakni tiga tahun.
“Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya,” kata dia.
Hal yang tidak dikabulkan oleh MK terkait dengan permohonan agar MK menyatakan penentuan batas usia minimal perkawinan. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan penentuan batas usia minimal perkawinan merupakan kebijakan hukum pembentuk undang-undang.
Apabila MK memutuskan batas minimal usia perkawinan, hal tersebut justru akan menutup pembentuk ruang bagi pembentuk undang-undang. MK menyatakan pembentuk undang-undang dapat menentukan usia yang lebih fleksibel sesuai perkembangan hukum dan masyarakat.
Sementara pertimbangan MK mengabulkan gugatan ini, yakni perlindungan hak anak. Hal ini juga sesuai UU Perkawinan yang secara eksplisit menyatakan pencegahan perkawinan antara calon suami-istri di bawah umur.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak, yang dimaksud adalah usia sebelum 18 tahun. Dengan demikian, ada ketidaksinkronan antara batas usia perkawinan anak perempuan dalam UU Perkawinan dan usia anak dalam UU Perlindungan Anak.
Dalam konteks perlindungan anak, ketidaksinkronan dimaksud justru berdampak terhadap jaminan dan perlindungan konstitusional hak anak sebagaimana diatur dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang diatur lebih lanjut melalui UU Perlindungan Anak. Jaminan hak anak ini menunjukan anak perempuan pada usia di bawah 18 tahun masih menjadi kewajiban semua pihak, baik orang tua, keluarga, pemerintah, maupun negara.