Kamis 13 Dec 2018 23:22 WIB

Polsek Ciracas Dibakar, AJI: Ada Kekerasan Terhadap Jurnalis

Dua jurnalis ikut menjadi korban kekerasan dalam peristiwa pembakaran Polsek Ciracas.

Rep: Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Andri Saubani
Petugas kepolisian memperbaiki kantor Polsek bekas perusakan dan pembakaran di Polsek Ciracas, di Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Foto: Antara/Reno Esnir
Petugas kepolisian memperbaiki kantor Polsek bekas perusakan dan pembakaran di Polsek Ciracas, di Jakarta, Kamis (13/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras intimidasi dan kekerasan terhadap dua jurnalis dari Transmedia dan Kumparan oleh massa yang menyerang kantor Polsek Ciracas, Jakarta Timur pada Selasa (11/12) lalu. Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani Amri mengatakan AJI Jakarta mendorong jurnalis yang menjadi korban dan perusahaan persnya untuk melaporkan kasus kekerasan ke kepolisian agar kasus ini diusut hingga tuntas.

Menurutnya, tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melakukan kegiatan jurnalistik saat peristiwa penyerangan Mapolsek Ciracas itu bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999. "Kekerasan terhadap jurnalis adalah perbuatan melawan hukum dan mengancam kebebasan pers," kata Asnil dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (13/12).

Asnil menilai, aksi kekerasan itu menunjukkan pelaku tidak menghargai dan menghormati profesi jurnalis. Padahal, kata dia, jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Pers dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik.

"Intimidasi dan tindakan kekerasan terhadap jurnalis akan menghalangi hak publik untuk memperoleh berita yang akurat dan benar. Padahal jurnalis bekerja untuk kepentingan publik," ujar Asnil.

Asnil menceritakan, kasus kekerasan itu bermula saat ER seorang jurnalis Transmedia yang berstatus kontributor dan RF jurnalis Kumparan meliput aksi sekelompok massa yang menyerang kantor Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur, pada Selasa (11/12) sekitar pukul 23.00 WIB. Ketika itu jalan di sekitar kantor Polsek diblokade atau ditutup oleh massa yang rata-rata berbadan tegap dan rambut cepak tersebut. 

Berdasarkan informasi yang dihimpun tim AJI Jakarta, ER dan RF sempat mengatur jarak dari massa yang sedang marah. Mereka pun merekam kejadian itu. Selang beberapa saat, tiba-tiba massa bertambah banyak dan mengamuk dengan memecahkan kaca jendela, merusak kendaraan yang terparkir.

 

Melihat massa yang banyak dan mengamuk, korban bersama beberapa anggota Polsek berlindung di belakang garasi mobil. Massa pun datang memecahkan kaca ruangan dekat garasi mobil tersebut. Mereka berteriak; "Keluarkan tahanan..! keluarkan tahanan..!!!"

"Kami sempat ditanya, diinterogasi, dari mana? dari mana?" ujar ER kepada tim AJI Jakarta.

Namun, kata dia, mereka berdua tidak mengaku jurnalis, karena massa yang bertanya sedang mengamuk. Massa ini melarang orang merekam kejadian.

"Saya dan RF mengaku sipil, kami nggak mengaku wartawan, karena kalau mengaku sebagai wartawan, kami habis di situ. Soalnya HP, kamera nggak boleh keluar, benda-benda itu nggak boleh keluar dari kantong," kata ER.

ER mengatakan, para penyerang pun memukul anggota polisi. Kata dia, RF kena pukul juga di bagian jidat, pelipis matanya robek dan banyak keluar darah. Dia coba merangkul RF agar pendarahan di kepalanya itu tak keluar lagi.

Selain itu, jurnalis Transmedia mengalami kerugian, tasnya berisi laptop dibakar oleh massa. Setelah melobi beberapa orang diantara massa, akhirnya ER dan RF pun diizinkan keluar dari area Mapolsek Ciracas. Mereka berlindung di salah satu rumah warga sekitar.

Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung mengatakan, selain bisa dijerat dengan pasal pidana KUHP, pelaku intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis bisa dijerat Pasal 18 UU Pers karena mereka melawan hukum dengan sengaja menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik. Ancamannya hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta.

“Maka dari itu, kami mendorong jurnalis yang menjadi korban dan perusahaan pers melaporkan tindakan kekerasan ini ke kepolisian,” kata Erick.

Selain itu, AJI Jakarta juga mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kekerasan terhadap wartawan tersebut. Hal ini dilakukan agar kasus serupa tak terulang di masa depan. Kekerasan terhadap jurnalis berulang karena pelaku dalam kasus sebelumnya tidak diadili.

“Kami mendesak aparat Kepolisian untuk mengusut kasus kekerasan terhadap jurnalis ini hingga tuntas tanpa pandang bulu," tegas dia.

Aksi penyerangan dan pembakaran kantor Mapolsek Ciracas itu adalah buntut dari pengeroyokan terhadap seorang aparat TNI Angkatan Laut oleh tukang parkir di kawasan Cibubur, Senin (‪10/12) yang tengah ditangani Polsek Ciracas. Usai pengeroyokan itu sekelompok orang mendatangi Mapolsek Ciracas diduga guna memastikan warga yang terlibat pengeroyokan tersebut menjalani penahanan atau tidak. Namun mendadak, sekelompok massa tersebut merusak markas Mapolsek Ciracas dan sejumlah kendaraan operasional kepolisian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement