REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Direktorat saksi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Ahmad Riza Patria meminta daftar pemilih tetap (DPT) yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali didetailkan rincian jumlah pemilihnya. Sebab, menurutnya data DPT yang baru saja ditetapkan oleh KPU sebanyak 192.828.520 pemilih, masih berupa data gelondongan.
"Data yang disampaikan itu kan merupakan rekapitulasi. Nah kami inginnya rekapitulasi itu yang pertama harus didetailkan dan terperinci dari tingkat pusat hingga tingkat TPS," ujar Riza saat dihubungi wartawan, Ahad (16/12).
Ia juga menilai itu perlu dilakukan untuk memberi gambaran detail pemilih. Hal ini mengingat sebelumnya ada selisih data DPT KPU yang ditetapkan 5 September 2019 dan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) yang diterbitkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Desember 2017.
Riza ingin penjelasan KPU terkait data 31 juta pemilih yang disebut Kemendagri seharusnya masuk dalam DPT Pemilu.
"Kami ingin juga dirinci apa hasil coklit (pencocokan dan penelitian), telaah, analisa daripada 31 juta itu, kan informasinya 6,1 juta itu dapat diterima, sementara pemerintah kan bersikeras kan 31 juta itu harusnya masuk dalam DPT, nah itu tandanya ada masalah," ujar Juru Debat BPN itu.
Karenanya, Wakil Ketua Komisi II DPR meminta agar KPU menjelaskan rincian 31 juta pemilih yang disebutkan pihak Pemerintah. Mulai dari tingkat provinsi hingga tingkat paling bawah.
"Kalau cuma 6,1 juta, terus sisa itu kemana. Kan dijelaskan 11 juta itu yang invalid, kita mau KPU menjelaskan itu," ujar Riza.
Ketua DPP Partai Gerindra itu melanjutkan, ia juga meminta agar KPU dinamis dalam data pemilih tersebut. Ia meminta agar KPU tetap memberikan kesempatan bagi masyarakat yang memenuhi syarat namun belum masuk DPT untuk bisa diterima. Begitu pun jika ada data yang tidak memenuhi syarat, agar dicoret dari DPT.
"Itu tiga yang kami minta ke KPU, kita juga minta soal disabilitas mental yang kita dengar ada 43 ribu, kita minta itu didetailkan atau dirinci, dan kita minta dimasukkan tidak gelondongan dari panti mana gitu," kata Riza.
Menurutnya, KPU harus mendetailkan orang per orang pemilih yang dikategorikan disabilitas mental beserta surat rekomendasi dokter untuk syarat memilih.
"Kita tidak ingin orang sakit jiwa bisa punya hak pilih dan tidak bisa dipertangungjawabkan jadi caranya apa, rekomendasi dokter-dokter yang bertangung jawab orang ini penuhi syarat atau tidak sebagai pemilih," ujar Riza.