Oleh Mursalin Yasland
Wartawan Republika
REPUBLIKA.CO.ID, Tumpukan batu dan kayu bekas rumah ambruk menjadi pemandangan pertama ketika masuk Desa Way Muli. Nyaris semua rumah warga di bibir pantai pesisir Selatan Lampung tersebut hancur porak poranda, rata dengan tanah.
Anggota TNI AL Ridwan masih terus membolak-balikan dan mengangkat batu, kayu, seng, genteng, dan perabotan rumah tangga lainnya. Ridwan masih optimistis dapat menemukan korban tertimpa bangunan rumah, di antaranya Asep dan keluarganya.
Anggota TNI Angkatan Laut bersama sejawatnya terus berupaya membongkar tumpukan material rumah warga yang runtuh. Sekiranya mereka dapat menemukan sesosok jenazah.
Info yang diterima Ridwan pada hari pertama, Asep dan keluarganya hilang pada musibah tsunami Selat Sunda, Sabtu (22/12) malam. “Belum ada tanda-tanda ada jenazah (keluarga Asep) di balik itu,” kata Ridwan, anggota TNI AL yang ditemui Republika.co.id di lokasi bencana tsunami Selat Sunda Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, pada hari pertama Ahad (23/12) petang.
Selain di Banten, bencana tsunami juga melanda pesisir Provinsi Lampung. Dua kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan menjadi sasaran tsunami yakni Kalianda dan Rajabasa.
Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, sebagai daerah terparah hantaman tsunami Selat Sunda pada Sabtu malam pekan lalu. Korban meninggal dan hilang terbanyak pun berada di kampung tersebut.
Reruntuhan rumah di Desa Way Muli, Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan.
Kampung Way Muli dikenal kampung halaman Ketua MPR-RI Zulkifli Hasan. Kampung ini persis berada di bibir pesisir Lampung Selatan. Terdapat latar kampung Gunung Rajabasa.
Rumah-rumah yang berdiri banyak yang permanen dan juga semi permanen dari kayu. Way Muli dikenal kampung yang rumahnya padat dan rapat. Kampung ini berada nyaris dekat pantai. Pekerjaan warganya nelayan dan petani kebun.
Malam pertama kejadian dikabarkan sementara tujuh orang meninggal. Hari pertama (Ahad, 23/12) pencarian dimulai sebanyak 43 jenazah ditemukan di desa itu. Hari kedua hingga memasuki hari ketiga, Selasa (25/12) pagi, tim gabungan sudah menemukan 108 jenazah.
Sebanyak 99 jenazah sudah dikenali tim Disaster Victim Identification (DVI). Jenazahnya sudah dibawa anggota keluarganya. DVI belum bisa mengidentifikasi sembilan jenazah lainnya.
Hari ketiga pencarian korban hilang masih berlanjut hingga Selasa (25/12) pagi. Asep dan keluarganya terdiri dari ayah, ibu, dan Asep, belum juga berhasil ditemukan.
Belum jelas identitas kedua orangtuanya dan adiknya Asep. Dari daftar nama korban meninggal di Desa Way Muli, nama Asep juga tidak ada. Anggota TNI telah menemukan barang bukti keberadaan keluarga Asep tersebut di lokasi rumahnya.
Benda-benda yang ditemukan yakni name tag bernama Asep Komarudin berlambang Tutwuri 28 November 2013. Selain itu, ditemukan juga di sekitar rumah yang runtuh foto-foto wisuda pascasarjana Asep di STKIP PGRI Bandar Lampung pada 27 Oktober 2015.
Sejumlah warga terdampak tsunami menyelamatkan barang berharganya di Desa Way Muli, Kalianda, Lampung Selatan, Senin (24/12).
Pencarian di tempat lain, anggota TNI AL menemukan juga foto adiknya Asep, saat wisuda sarjana ke-29 STKIP Bandar Lampung pada 25 Juni 2014. Foto wisuda adik Asep tersebut bersama ayah dan ibunya menunjukkan rumah berada di tempat itu.
Akan tetapi, keberadaan Asep, adiknya dan kedua orangtuanya juga belum berhasil ditemukan di sekitar rumahnya. Sedangkan di pengungsian warga dataran tinggi Gunung Rajabasa juga tidak ditemukan ayah dan ibunya.
Dua kakak beradik dan ayah dan ibunya tersebut, menurut warga setempat saat kejadian masih berada di kampungnya. “Sampai sekarang juga belum ada orang tuanya atau yang mengaku dari keluarga Asep mencari anggota keluarganya. Mudah-mudahan saja mereka selamat mengungsi di tempat lain,” tutur Rasdi, warga Desa Way Muli, tetangga Asep yang ditemui Republika.co.id di lokasi kejadian.
Ia menerangkan, Asep dan keluarganya masih berada di rumahnya. Namun, saat kejadian warga panik malam itu. Masing-masing menyelamatkan dirinya sendiri.
Ada yang mengungsi ke gunung juga ada yang masuk kembali ke rumah berusaha menyelamatkan barang beharganya. Saat itulah, tak menahu lagi keberadaan masing-masing anggota keluarganya sesaat tsunami menerjang setinggi pohon kelapa.