REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 diperkirakan tidak mencapai 5,2 persen. Angka ini memang lebih baik dibandingkan tahun 2017 yang mencatat 5,07 persen, 5,03 persen pada 2016 dan 4,88 persen pada 2015.
Ketua Umum ICMI Prof Jimly Ashiddiqie mengatakan, melihat data-data tersebut sudah tampak terdapat kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup lambat selama empat tahun terakhir. Sektor yang tumbuh paling pesat selama 2018, ternyata sektor yang kontribusinya dalam perekonomian nasional masih belum begitu besar.
Dikatakan Jimly, sektor yang tercatat tinggi pertumbuhannya adakah informasi dan komunikasi (8,98 persen), jasa perusahaan (8,6 persen) dan jasa lainnya(9,19 persen). "Yang cukup memprihatinkan, sektor-sektor yang selama ini memberikan kontribusi besar dalam perekonomian pertumbuhannya justru melambat," katanya kepada Republika.co.id, saat konferensi pers refleksi perjalanan bangsa tahun 2018 di Sekretariat ICMI Pusat, Rabu (26/12).
Dia menjelaskan, industri pengolahan yang kontribusinya mencapai 19,6 persen, pertumbuhan industrinya hanya 4,33 persen. Sektor pertanian yang masih memberikan kontribusi sebesar 13,5 persen, pertumbuhannya hanya 3,6 persen. Adapun sektor konstruksi yang menjadi program prioritas pemerintah sekarang pertumbuhannya hanya 5,79 persen. Menurutnya, potensi perekonomian Indonesia seharusnya bisa dipacu lebih lebih tinggi dari angka-angka tersebut.
Menurut Jimly, pemerintah seharusnya memberikan perhatian terhadap sektor ekonomi yang kontribusinya besar dalam perekonomian. Seperti industri (19,6 persen), pertanian,(13,5 persen) dan perdagangan (13,02 persen). Sektor yang menghidupi sebagian besar rakyat Indonesia ini, sayangnya pertumbuhannya masih di bawah rata-rata nasional.
"Dari ketiga sektor ini, industri pengolahan perlu mendapat perhatian tersendiri karena pertumbuhannya masih rendah, padahal kontribusinya dalam perekonomian terbesar," ujarnya.
Karena itu, Jimly menegaskan, sudah saatnya pemerintah mendorong pertumbuhan industri berorientasi ekspor. Pengembangan industri ini menjadi sangat strategis karena menjadi jawaban dari persoalan-persoalan besar seperti kemiskinan, ketimpangan dan defisit perdagangan.