Jumat 28 Dec 2018 20:47 WIB

Musik Angklung Pukau Warga New Caledonia

Festival Amakal ke-21 berlangsung di Pulau Mare pada 23-24 Desember 2018.

Rep: Lintar Satria/ Red: Didi Purwadi
Pagelaran angklung di Festival Amakal 2018 di Tribu Wakuarory, Pulau Mare, Kepulauan Loyaute, 40 menit perjalanan dengan pesawat dari ibukota New Caledonia.
Foto: dok. KBRI Caledonia
Pagelaran angklung di Festival Amakal 2018 di Tribu Wakuarory, Pulau Mare, Kepulauan Loyaute, 40 menit perjalanan dengan pesawat dari ibukota New Caledonia.

REPUBLIKA.CO.ID, LOYAUTE -- Tim Angklung Indonesia diundang secara khusus dan pertama kalinya tampil di Kepulauan Loyauté. Angklung Indonesia diperdengarkan di Festival Amakal ke-21 pada 23 Desember 2018 di Tribu Wakuarory, Pulau Mare, Kepulauan Loyaute, yang terletak 40 menit perjalanan dengan pesawat dari ibukota New Caledonia.

Dalam Fesitval tersebut, pagelaran Angklung Indonesia Amakal 2018 memukau warga Mare. Menurut Wayance, seniman Mare, alunan musik angklung seperti musik Kitaro, instrumentalis Jepang ternama di dunia.

''Orang Indonesia itu pandai bermain musik ya. Irama musik bambu ini mirip Kitaro,'' kata Wayance yang hadir pada acara Festival Amakal 2018, Kepulauan Loyaute, dalam siaran pers yang Republika.co.id terima, Jumat (28/12).

Acara ini berlangsung di Pulau Mare pada 23-24 Desember 2018 dengan dukungan pemerintah kota Mare. Pemerintah Tribu Wakuarory bekerjasama dengan keluarga Wayence, salah seorang musisi yang menjadi promotor kegiatan festival tersebut.

Selain Tim Angklung, ada juga kelompok seni Roiso yang mempersembahkan Teater Burlesque. Di sela-sela festival, Tribu Wakourory juga membuka bazar berbagai pakaian, makanan dan minuman.

Ratusan masyarakat setempat pun sangat terpukau. Tepuk tangan meriah membahana. Di Pulau Mare di tengah lautan Pasifik, warga Kanak terkagum-kagum ketika musik angklung dimainkan dengan lagu-lagu We are the World, Surabaya, Kolo Ni Nodegu, Somewhere over the Eainbow, Holly Night, Fakaretere, Oceanie dan Nengone.

Menurut Wayence, bunyi angklung dapat dipadukan dengan bunyi alat musik modern dan bunyi-bunyi khas alat musik tradisional seperti gendang dan petikan gitar tradisional Kepulauan Loyaute. Efek suara dari alam tak luput dimasukkan, seperti suara kicau burung-burung yang mengalun merdu silih berganti.

Meskipun waktunya relatif singkat, penampilan angklung mendapat apresiasi sangat hangat. Bahkan, berbagai ucapan selamat dan apresiasi disampaikan tokoh adat setempat yang hadir.

Wayence mengaku mencintai musik Indonesia. Selain anaknya Adelo pemain gitar dan penyanyi pada Tim Angklung, ia juga memiliki alasan mengapa begitu mengagumi musik angklung. Bahkan penyanyi  lainm Jeanette Wong, gencar mempelajari lebih dalam, baik budaya maupun adat istiadatnya dan sudah lancar berbicara bahasa Indonesia.

Kedua orang ini mengaku sudah lama mengikuti komunitas Tim Angklung Indonesia, sebuah perkumpulan orang-orang diaspora Indonesia.‎ ''Saya sengaja bergabung untuk mengetahui lebih banyak tentang Indonesia, tentunya sambil bermain angklung,'' ujar Wong.

Pagelaran angklung merupakan bagian dari upaya promosi seni budaya Indonesia di New Caledonia. Sejak tahun 1978, KJRI Noumea telah menyelenggarakan berbagai kegiatan pelatihan budaya Indonesia seperti gamelan, Tari Bali, Tari Jawa dan Seni Musik Tradisional Angklung.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement