REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Hanif Dhakiri mengakui peraturan pemerintah saat ini belum mampu mengakomodasi kelompok ibu-ibu untuk bekerja di sektor formal. Akibatnya, ibu-ibu yang sebenarnya mampu bekerja justru hanya menjadi ibu rumah tangga.
Hanif menyarankan agar perempuan, khususnya yang sudah menikah, bisa bekerja lebih fleksibel. Sehingga, mereka tak perlu kerja selama delapan jam. Dengan begitu angkatan kerja perempuan bisa meningkat.
"Enggak fleksibel ekosistem tenaga kerja. Terbatas perempuan di dunia kerja. Pusat dan daerah perlu bantu biar ini fleksibel karena dunia fleksibel. Kita harus ikuti biar enggak ketinggalan," katanya pada wartawan dalam sambutan kegiatan Rakornas Tenaga Kerja, Selasa (8/1).
Ia menyebut, ada skema untuk mengatur pekerja ibu-ibu. Pertama, ibu-ibu dipersilakan mengurus rumah tangga sampai pukul 09.00. Kemudian, barulah ibu-ibu itu bekerja di luar kantor dengan terhubung secara daring. Jam kerjanya, ia perkirakan minimal tiga jam.
"Kalau mengerjakan pekerjaannya di kafe, sore sudah balik ke rumah jemput anak-anak pulang sekolah. Dengan begitu maka ibu-ibu berkontribusi pada ekonomi keluarga karena dapat bayaran," ujarnya.
Namun sayangnya, Hanif merasa belum ada aturan yang memfasilitasi skema tersebut. Walaupun kalau untuk perusahaannya, bisa saja ada yang menerima ibu-ibu bekerja part time seperti itu.
"Siapa yang mau terima ibu-ibu kerja tiga jam sehari atau Sabtu-Minggu? Itu dari regulasi enggak memungkinan," ucapnya.