Ahad 20 Jan 2019 02:17 WIB

'Banyak Napi Tua Lainnya Tapi tidak Dibebaskan Presiden'

Pembebasan murni Abu Bakar Baasyir dinilai dapat menimbulkan ketidakadilan.

Rep: Muhammad Ikhwanuddin, Mabruroh/ Red: Andri Saubani
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (kiri) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (kiri) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Abu Bakar Baasyir segera bebas murni atau tanpa syarat setelah mendapat persetujuan dari Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi). Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Heru Susetyo menilai, alasan kemanusiaan yang diutarakan Jokowi melalui pengacaranya, Yusril Ihza Mahendra justru berpotensi melahirkan sentimen negatif dari segi keadilan hukum.

"Hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan bagi narapidana lain. Banyak narapidana lain yang sudah tua tapi tidak dibebaskan," ujar Heru, Sabtu (19/1).

Heru juga menilai, berdasarkan hukum yang berlaku, pembebasan murni terhadap Abu Bakar Baasyir selaku narapidana kasus terorisme bukan merupakan wewenang presiden, melainkan wewenang pengadilan dan kejaksaan. Sedangkan, presiden hanya memiliki wewenang untuk memberikan grasi, amnesti, dan abolisi.

"Terlalu berlebihan jika melibatkan presiden. (Presiden) jelas ikut campur," kata Heru.

Heru juga menyampaikan, manuver serupa juga dilakukan Jokiwi saat melantik kepala BNPB, Letnan Jenderal Doni Mornado, beberapa waktu lalu. "Contoh kasus pelantikan Kepala BNPB dari jenderal aktif, hukumnya tak mendukung, lalu dasar hukumnya diubah agar sesuai kehendak," tuturnya.

Adapun, LBH Masyarakat berharap, agar Presiden Jokowu juga mengkaji terpidana tua renta lainnya agar juga mendapatkan hak yang sama seperti Baasyir. Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan menduga pembebasan Baasyir dalam kerangka amnesti karena, Baasyir tidak pernah mengajukan grasi sehingga membuka peluang bagi terpidana tua lainnya.

“(Langkah) Preseden ini sesungguhnya sangat baik karena membuka ruang bagi terpidana-terpidana lain yang usianya juga sudah uzur untuk mendapatkan hal yang serupa dari Presiden,” kata Ricky dalam siaran pers yang diterima Republika pada Sabtu (19/1).

Akan tetapi, lanjut Ricky, kemungkinan bagi Presiden untuk juga membebaskan terpidana lainnya yang telah uzur atau mengurangi masa hukuman nampak masih sangat kecil. Pasalnya, untuk kasus Baasyir saja memerlukan waktu yang sangat lama, hingga pembebasan Baasyir terjadi di waktu-waktu menjelang pemilihan umum.

"LBH Masyarakat berharap pemerintah dapat membentuk suatu peraturan panduan yang mengikat secara hukum tentang usia narapidana, ujarnya

Peraturan semacam ini kata dia, akan membuat hal yang sekarang ini diterima Baasyir dapat pula diterima narapidana lain yang profilnya jauh dari sorot media. Hal ini penting tidak hanya dalam urusan hak asasi manusia namun juga baik sebagai bentuk tertib administrasi keadilan.

"Di samping itu, peraturan tersebut juga penting bagi pemerintah untuk menepis anggapan bahwa langkah pembebasan Baasyir ini hanyalah demi memenangkan demografi tertentu pada pemilihan umum," ungkapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement